Seni Lais dan Sintren masih tumbuh subur di Desa Pamulihan, Larangan, Brebes. Seni pertunjukan yang menggunakan perantara magic dalam pelaksanaan sangat didominasi bau stanggi dan kemenyan. Masyarakat Pamulihan yang sudah haus hiburan sangat antusias ketika Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes menggelar Seni dan Tradisi Jawa Tengah, Kamis (28/12) 3021) menampilkan Lais, Sintren, Rudat, Benta-benti dan Wayang Golek.
Lais dan Sintren merupakan kesenian tradisional yang tumbuh subur di Pantura Pulau Jawa dari Kendal sampai Indramayu. Kisah ini berasal dari kisah Sulandono putra putra bupati Kendal Ki Bahurekso dan Dewi Rantamsari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih dari Desa Kalisalak. Namun hubungan cinta mereka tidak direstui oleh Ki Bahurekso. Akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih menjadi penari, namun pertemuan keduanya masih berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan keduanya diatur oleh Dewi Rantamsari dengan memasukan roh bidadari ketubuh Sulasih. Pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih, sehingga terjadilah pertemuan tersebut. Sejak itulah setiap pertunjukan sintren sangat penari pasti dimasukin oleh roh bidadari oleh pawangnya. Hal tersebut jika penari sintren masih perawan. Sintren juga mempunyai keunikan tersendiri dari alat musiknya yang terdiri dari temhikar dan kipas dari bambu. Namun ketika ditabuh menghasilkan suara yang khas.