Lihat ke Halaman Asli

Bang Auky

KBC 54|Kompasianer Brebes Jateng| Golet Jeneng Disit Mengko Jenang Teka Dewek

Bibir Harus Tersenyum di Saat Hati Remuk Redam

Diperbarui: 28 Juli 2021   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Seringkali kita berada dipersimpangan antara tugas dan keluarga. Sebuah dilema karena tuntutan pekerjaan dan profesionalisme kita harus mengenyampingkan persoalan pribadi. Disaat hati kita sedang porak poranda atau remuk redam entah karena putus cinta, keluarga sakit atau sesuatu yang tak bisa ditinggalkan tetapi kita harus tetap berangkat kerja atau suatu event. Kondisi seperti ini atau yang sering toxic positivity pasti pernah terjadi pada diri kita serta apa yang harus kita lakukan. Karena tuntutan profesi kita harus selalu tersenyum walau hati kita menangis. 

Penulis pernah mengalami kejadian seperti diatas beberapa waktu yang lalu. Kegiatan bimtek dari kementerian yang dihadiri oleh pejabat kementerian dan pelaku usaha se kabupaten. Pas pelaksanaan anak bungsu masuk rumah sakit dan harus dirawat. Panik dan bingung tentu saja, bagaimana ini, apa kita batalkan kehadiran pada event tersebut. Tetapi bagaimana kedepannya nanti kecewa dibilang tidak profesional dan berbagai macam pikiran-pikiran yang muncul. Akhirnya sesuai keputusan berdua dengan istri, kita urusi dulu anak kita dan administrasi rumah sakit, baru kita berangkat dalam event tersebut. Tentu dengan ketentuan-ketentuan lain seperti hubungi setiap saat, jangan nginap, langsung pulang dan lainnya. 

Beberapa hal yang harus kita lakukan dalam menghadapi situasi seperti di atas, yaitu :

  1. Tetap tenang, jangan panik bicarakan baik-baik dengan pasangan kita, keluarga atau orang tua kita. Kita bagi tugas mana yang bisa kita lakukan,  istri atau bisa diwakilkan. Kita urusi dulu sampai mendapatkan pelayanan yang semestinya. 
  2. Tetap menjalin komunikasi dengan keluarga untuk memastikan kondisi baik-baik saja. Dengan pimpinan atau rekan kerja untuk memantau perkembangan pekerjaan. 
  3. Mengetahui peranan kita dalam pekerjaan atau event tersebut apakah sebagai penyelenggara, pengisi acara atau peserta. Dari situ kita bisa mengambil keputusan, yang mana terlebih  dahulu kita prioritaskan. 
  4. Profesionalisme harus kita kedepankan, sehingga bisa memisahkan kepentingan pekerjaan dan pribadi atau keluarga. Memang pilihan sulit tetapi harus kita pilih karena memang itu suatu tuntutan profesi. 

Alhamdulillah semua bisa berjalan dengan baik karena komunikasi yang baik. Apapun persoalan yang kita hadapi jika dikomunikasikan dengan baik, maka hasilnya seperti apa yang kita harapkan. Dari kejadian diatas yang dialami penulis bisa terselesaikan dengan baik,  bahkan dapat bonus karena suksesnya acara dan bisa menempatkan kepentingan antara pekerjaan dan pribadi atau keluarga. 

(KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng |)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline