Berbicara Tari Topeng Losari tak lepas dari sosok yang satu ini, Kartini Sawitri pemilik Sanggar Purwabakti, Losari. Cucu seorang dalang yang diembani tugas untuk melestarikan tari topeng oleh leluhurnya. Tugas yang tidak ringan ditengah tantangan tekhnologi dan seni modern, dan dia harus mengubur topeng beserta jasad kakeknya kalau tidak bisa melestarikan tari Topeng Losari.
Sejarah panjang yang dimulai dari zaman Wali Songo ketika salah satu waliyullah Sunan Kalijaga berkunjung ke Sunan Gunung Jati, Cirebon. Tari yang diciptakan Panembahan Losari atau Pangeran Angkawijaya untuk sarana penyebaran agama Islam. Tari ini mengedepankan penokohan cerita panji, walau juga berkembang tentang filosofi kehidupan manusia yang hitam putih.
Tari Topeng Losari berbeda dengan tari tradisi yang ada di Indonesia. Tari penuh filosofis, mistis dan ritual sebelum dipertunjukan. Stamina yang prima untuk melakukan pertunjukan karena banyak gerakan fisik dan menggigit topeng.
Tari Topeng Losari mempunyai tiga ciri khas gerak yang berbeda sebagai penanda yakni Gerak Galeyong, Pasang Naga Seser (kuda-kuda menyamping) yang menyerupai sikap Kathakali India, Sikap Gantung Kaki yang mirip kaki Patung Dewa Shiwa. Begitu juga musik gamelan pengiring yang berbeda dengan gamelan Jawa.
Tari Topeng Losari harus tetap lestari ditengah modernisasi dan segala problematik serta keterbatasan. Sanggar pelatihan yang belum dimiliki, keterbatasan pengrawit, minat generasi muda, ruang pentas dan masih banyak lagi. Tetapi sosok Kartini Sawitri akan menjadi garis depan dalam melestarikan Tari Topeng Lestari.
(KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng |)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H