Kebanyakan orang (walau tidak semua) punya sifat bangga akan dirinya. Baru punya prestasi kecil saja sudah nggak kenal teman sama tetangga, apalagi sudah tingkat nasional. Baru lolos audisi ajang pencarian bakat saja gayanya sudah ngartis melebihi artisnya. Baru punya follower ratusan di IG nggak mau balas koment atau DM. Begitulah yang sering kita alami dalam kehidupan sosial kita atau di dunia maya.
Hari ini ada satu pengalaman yang berkesan banget, dia memang bukan siapa-siapa. Bukan artis, selebritis atau selebgram, dia hanyalah orang biasa tetapi murah senyum dan humble banget. Walau dia sedang "naik daun" tapi tidak sombong, murah senyum dan rendah hati.
Penulis tidak mengenalnya secara pribadi hanya sering berjumpa dijalan saat berangkat kerja. Tapi dia selalu senyum setiap ketemu dan menyapa ciri khas bangsa kita. Hidupnya sangat bersahaja walau sedang naik daun, memakai baju merk obat pertanian bukan merk distro. Kendaraan yang dia pakai pun motor sederhana yang dimodifikasi bukan mobil jaguar atau mercy.
Kesederhanaan yang menjadi ciri khas kepribadian bangsa kita sedikit demi sedikit tergusur. Tepo seliro, gotong royong sudah bergeser dengan nilai rupiah. Tetapi kehidupan bersahaja masih kita dapatkan dengan senyuman. Lewat senyuman bisa mengikis keragu-raguan dan curiga. Kita tetaplah makhluk sosial yang saling membutuhkan, ada siang ada malam, ada bulan ada matahari begitu seterusnya. Ketidaksiapan mental untuk populer atau popularitas yang didapatkan secara instan atau terlalu cepat terkadang yang merubah perilaku. Semoga bermanfaat. (KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H