Lihat ke Halaman Asli

Bang Auky

KBC 54|Kompasianer Brebes Jateng| Golet Jeneng Disit Mengko Jenang Teka Dewek

Genjring Sulap, Seni Tradisi yang Mulai Ditinggalkan

Diperbarui: 9 April 2020   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Genjring Sulap seni tradisi yang berkembang di pesisir Pantura Brebes, tepatnya di Desa Randusanga Kulon dan Wetan. Seni yang memadukan musik, olahraga dan sulap atau sirkus, sehingga semua unsur hiburan dan kemahiran tampak disitu..

Genjring dalam bahasa Indonesia berarti rebana sejenis alat musik yang dipukul yang biasanya mengiringi musik hadroh, sedangkan sulap suatu bentuk hiburan yang memadukan kecepatan dan dan pandangan mata atau juga kelenturan tubuh. 

Jadi sudah bisa dipahami seni Genjring Sulap adalah pertunjukan yang mengedepankan kelenturan fisik, kekuatan tenaga dengan iringan musik.

Genjring Sulap dipertunjukan biasanya dipertontonkan saat ada hajatan sebagai hiburan untuk para tamu undangan dan masyarakat sekitar. 

Menampilkan beberapa pertunjukan yang menampilkan kemahiran dan kelenturan tubuh untuk dipertontonkan seperti mengangkat motor dengan dua kaki sambil dikendarai, menggunakan jidat untuk pijakan tangga dan ada orang menaikinya. Kita seperti tidak percaya ada orang sekuat dan selentur itu, tetapi disitu daya tariknya. 

Menurut salah satu warga Sigempol, Masdori (50) pertunjukan seni pada waktu dirinya kecil sangat banyak ditanggap saat hajatan dan menjadi hiburan untuk masyarakat. Hampir seluruh kampung keluar untuk menyaksikannya dan biasanya berlangsung malam hari.

"Jadi permainannya hampir seperti sirkus, ada sulapnya ada ketangkasan naik sepeda motor dengan mata tertutup. Hampir mirip Tong Setan di pasar malam. Permainan ini mengandung unsur magic sehingga bisa memainkan permainan yang sangat sulit plus latihan yang tekun.,"katanya.

Dimasa kejayaannya banyak perkumpulan genjring sulap, namun kini tinggal beberapa saja itupun sudah tidak seaktif dulu. Pelopor genjring sulap di Sigempol, Randusanga Kulon, Teruwuh dan keluarganya sudah tidak seaktif dulu, hanya melayani umbul.

Ada beberapa sebab yang membuat Genjring Sulap mengalami kemunduran karena cost yang tinggi karena banyaknya personil. Minimal diperlukan biaya 10 juta untuk menanggapnya, mereka lari ke organ tunggal. Bahkan dia sempat membina kelompok ini tetapi tidak berjalan

Dok. Pribadi

Kini genjring sulap bisa dinikmati di event budaya atau jika ada kunjungan wisatawan dan kegiatan pemerintah daerah. Ternyata kesenian ini sangat digemari turis asing, terbukti tanpa rasa takut mereka berkali-kali naik motor yang ditumpu pakai satu kaki. 

Sebagai pemilik seni dan tradisi kita harus berinovasi dalam kemasan agar tetap eksis dengan segala kondisi yang ada. Sebagai generasi muda kita punya tanggung jawab untuk melestarikan seni tradisi kita agar tidak hilang ditelan zaman, dan hanya jadi catatan sejarah. (KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline