Bandung, 23 Mei 2015. Jarum jam sudah menunjukkan angka sembilan dan jarum menit menunjukkan angka tiga, artinya sudah pukul 9.25. Sosok itu bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka karena dirinya sudah mandi pada pukul enam tadi. Barang-barang bawaan sudah disiapkan, anak-anak pun telah mandi dan sedang asyik bermain games, jadi tidak ada halangan berarti baginya untuk pergi menuju Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB. Beberapa menit kemudian dirinya sudah ngaboseh bersama partner sejatinya, Spidi. Perlu waktu selama 37 menit untuk sampai di Sabuga ITB dari Binong yang jauhnya mencapai 9.17 kilometer. Alhamdulillah jalan lancar dan tenaga masih segar.
[caption id="attachment_385045" align="aligncenter" width="550" caption="Penampakan Spidi yang aslinya berwarna merah ^_^"][/caption]
Setelah mengunci Spidi, sebuah pesan masuk. "Bang, nitip bu sri, ya. Dia malu bnyk anak muda. Nunggu di baso tahu, dkt kompas tv." Oke, sosok itu tahu harus kemana setelahnya. Bagi yang belum kenal, Bu Sri ini adalah istri dari salah seorang desainer Rumah Instan Sehat Sederhana yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Permukiman. Silakan cari tahu sendiri ya siapa orangnya hehehe. Setelah bertemu Bu Sri, sosok itu langsung registrasi ulang dan bisa masuk ke dalam Aula Utama Sabuga. Alhamdulillah mereka berdua bisa bertemu juga dengan kawan-kawan #KBandung seperti Mas Ali dan istri, Bibi Erry, Rani dan suami, Teh Ida, Fajar Muchtar, dan juga Mas Suro. Kopdar euy!
Untuk Kompasiana Blogshop kali ini, Mbak Wardah Fajri atau lebih akrab dipanggil dengan Mbak Wawa, ditunjuk sebagai moderator merangkap pembicara. Beliau akan menerangkan tentang seluk beluk blogging, khususnya tentang Kompasiana. Kalimat pembukanya sendiri yang terpampang pada layar lebar diambil dari buku Scott Gant yang berjudul "We're All Journalists Now", termasuk kutipan Jeff Howe tentang "CrowdSourcing". Intinya adalah bagaimana citizen journalism atau warta warga telah mengambil peranan penting di antara media mainstream yang telah ada. Dengan mayoritas undangan dari kalangan mahasiswa tentu tema ini akan bermanfaat sekali buat mereka. Kompasiana membuka lebar mata mereka tentang pentingnya menulis dan menyuarakan opini di media sosial. Kapan lagi kalau tidak sekarang?
[caption id="attachment_385047" align="aligncenter" width="550" caption="Penampilan Mbak Wawa di #KompasKampus yang keren abisss!"]
[/caption]
Apa yang membedakan warta warga dengan media mainstream? Warta warga cenderung menulis tentang apa yang ada di sekelilingnya, pengalaman menggunakan produk atau jasa tertentu, dan mereka juga memberikan opini, reaksi, sudut pandang yang berbeda pada sebuah berita atau isu-isu tertentu. Kekuatan media ini dibanding media mainstream kemudian adalah terbentuknya komunitas yang solid, karena itu lahirlah Kompasiana pada Agustus 2008. Kompasiana awalnya adalah kelompok kecil beberapa jurnalis Kompas Gramedia. Jadi sifatnya masih intern. Hingga akhirnya mereka membuka diri untuk siapapun yang ingin menulis di Kompasiana pada 2009. Inilah media blog yang saat ini sedang hits dan sering dibaca oleh mayoritas warga Indonesia di mana pun.
Sebagai bukti, Kompasiana saat ini telah menduduki peringkat 6 (enam) di google pagerank. Jumlah akun yang terdaftar telah lebih dari 300.000-an dengan jumlah postingan lebih dari tiga juta. Wow?! Aktivitas online Kompasiana tidak usah ditanya lagi aktifnya karena seringnya mengadakan lomba dengan hadiah-hadiah yang menggiurkan. Begitu pula dengan aktivitas offline yang biasanya bekerja sama dengan komunitas regional seperti acara Kompasiana Nangkring kemarin yang bekerjasama dengan Kementerian PUPR di Bandung. Pada saat itu Kompasianer Bandung diresmikan pada tanggal 7 Mei 2015. Dan kini ... sudah banyak komunitas yang basisnya berawal dari Kompasiana. Sebut saja KPK (Kompasianer Penggemar Kuliner), KoTeKa (Komunitas Traveler Kompasiana), Ladiesiana, KBandung (Kompasianer Bandung), dan lain sebagainya.
[caption id="attachment_385051" align="aligncenter" width="550" caption="Kompasianer Bandung yang hadir"]
[/caption]
Blogging atau ngeblog pada dasarnya adalah fun atau senang-senang. Lebih dari itu menulis di blog pada akhirnya bisa juga untuk sharing, giving, educate, networking, dan juga branding. Dan semua itu akan didapatkan di Kompasiana, bahkan khusus untuk networking hasilnya luar biasa. Percaya deh! Ada beberapa keuntungan ngeblog di Kompasiana, salah duanya yang dijelaskan Mbak Wawa adalah 1). Siapa tahu tulisan kita menjadi sumber berita nasional, dan 2). Bisa dimuat di koran nasional melalui rubrik Freez. Belum kalau misalnya pernah memenangkan lomba di Kompasiana.
Pada sesi tanya jawab, sayang sekali waktunya tinggal sedikit sehingga hanya diberikan pada 3 (tiga) penanya. Pertanyaan yang dimaksud adalah tentang syarat mengambil kutipan agar tidak dianggap plagiarisme dan apa enaknya ngeblog. Mbak Wawa pun menjawab, boleh mengutip dari media mainstream atau dari sumber manapun tapi tidak boleh lebih dari 25%. Kompasiana memiliki dewan kurator yang akan memeriksa semua tulisan yang masuk, sehingga yang terdeteksi kutipannya lebih dari 25% bisa jadi dianggap sebagai plagiarisme. Dan keuntungan menulis di blog menurut Mbak Wawa adalah lebih leluasa dan punya power sebagai warga saat menuliskannya di blog karena lebih banyak kejujuran di sana. Tidak ada batasan, lah. Beda kalau harus menulis di media mainstream karena ada aturan-aturan tertentu, misalnya dari dewan redaktur.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H