Menjadi seorang guru atau dosen, sudah sepatutnya kita tak hanya sekedar mengajarkan suatu materi di kelas atau sekedar berdiskusi dan melaksanakan rutinitas pekerjaan sehari-hari.
Lebih dari itu, kita sebagai guru juga perlu mengajarkan apa yang dimaksud implementasi adab dan perilaku, pengamalan nilai-nilai moral dan perilaku yang baik, proses nalaritas yang relevan, ragam keterampilan dan kompetensi, hingga yang lebih detail yakni melatih dan mengasah daya kritis peserta didik di kelas.
Jika saya ditanya lebih berharga mana guru atau murid. Maka secara spontanitas saya akan menjawab "Lebih berharga muridnya ketimbang guru". Mengapa demikian? Secara profesi, seorang guru akan disebut guru apabila ada murid yang ia ajar di kelas.
Sementara proses mengajar atau kebutuhan akan suatu ilmu pengetahuan, justru bisa diperoleh salah satunya melalui proses otodidak atau bahkan tanpa melalui perantara guru yang harus mengajarkan. Maka dari itu, sebagai guru kita tak seharusnya egois dan menganggap kita lebih pandai dari murid kita dalam hal apapun.
Jika mengacu pada teori, berpikir kritis memiliki ragam pengertian. Misalnya menurut Santrock (2011) iya menyampaikan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif, serta melibatkan evaluasi bukti.
Sementara menurut Jensen (2011) ia berpendapat bahwasannya berpikir kritis berarti suatu proses mental yang efektif dan handal, digunakan dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia.
Dari teori tersebut, dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir analisis dengan mengedapankan kuriositas (keingintahuan) sehingga dalam membuktikan suatu gagasan, perlu adanya pembuktian melalui proses telaah berpikir, kemampuan analisis mendalam, serta ditunjang dengan kemampuan mengomparasikan antara permasalahan dengan konteks tertentu sehingga memunculkan solusi yang relevan.
Lalu apa sebenarnya daya kritis yang dimaksud terhadap peserta didik? Perilaku kritis yang biasanya ditujukan di kelas oleh peserta didik meliputi kemampuan bertanya, kecakapan berargumen, keluwesan berpikir, mampu menawarkan alternatif gagasan, hingga kemampuan membuktikan suatu informasi melalui dasar-dasar ilmu pengetahuan yang relevan. Nah, yang menjadi masalah di era sekarang.
Ada beberapa peserta didik yang terkadang kurang antusias dalam bertanya dan justru malu apabila mengalami kesulitan di suatu materi pelajaran tertentu. Bahkan selain itu, ada beberapa kasus menurunnya daya kritis peserta didik justru ditujukan dengan kurangnya minat belajar pada mata pelajaran tertentu.
Lalu yang menjadi pertanyaan, apa yang menyebabkan daya kritis peserta didik di kelas menurun? Benarkah faktor guru memengaruhi?