Dua hari lalu kala membaca beberapa artikel dari beberapa website seperti cnnindonesia.com, liputan6.com, kompas.com, dan lain sebagainya semua memberitakan tentang "Kebangkrutan Sri Lanka" membaca lebih lanjut dari beberapa website penyedia artikel tersebut ternyata fakta tersebut memang adanya.
Tapi sebentar, jika kita mencoba menarik kembali ingatan kita hingga 24 tahun ke belakang tepatnya pada tahun 1998 tentu siapapun dari kita pernah mengetahui jika negara Indonesia pernah merasakan dampak terburuk dari krisis moneter yang melanda pada masa awal-awal digaungkannya era reformasi.
Langkanya bahan pokok, mahalnya harga bahan pokok, bangkrutnya perusahaan-perusahaan di Indonesia, macetnya kredit beberapa bank di Indonesia, pecahnya demonstrasi di beberapa wolayah, hingga aksi kekerasan dan kejahatan yang merajalela menjadi gambaran pahit dan menyedihkan dari pengalaman Indonesia yang pernah mengalami krisis moneter pada akhir-akhir periode pemerintahan orde baru.
Lalu, jika dikaitkan dengan fenomena yang terjadi di negara Sri Lanka, apa yang terjadi dengan negara tersebut? dan Sampai separah apa krisis yang terjadi hingga banyak media di Indonesia memberitakan kebangkrutan negara yang memiliki Ibu Kota Negara bernama Kolombo, Sri Jayawardennapura Kotte tersebut?
1. Efek Pandemi Covid-19
Dalam kurun waktu tahun terakhir, hampir seluruh negra di dunia telah terlibat langsung mempertahankan keberlangsungan hidup masyarakat di negaranya dalam upaya melawan pandemi covid-19.
Hingga tanggal 26 Juni 2022 saja melansir dari laman Our World in Data, data kasus baru dan kematian akibat wabah covid-19 telah mencapai total 543 juta kasus, sementara korban meninggal dunia akibat virus tersebut mencapai angka 6,33 juta.
Beberapa negara dari berbagai benua mulai dari eropa, asia, amerika, afrika, hingga benua australia pun sebagian besar terlibat dalam upaya melawan pandemi covid-19. Tak terkecuali negara Sri Lanka, berbagai kebijakan dan upaya telah dilakukan pemerintahan negara tersebut demi dapat bertahan. Kebijakan yang dikeluarkan di antaranya dengan menekan banyak pendanaan dan subsidi kepada masyarakatnya dalam menghadapi pandemi.
Padahal jika melihat dari rekam jejaknya, pemerintahan Sri Lanka sendiri baru terbentuk secara formal pada tahun 2019. Namun, tak berselang lama pemerintahan tersebut berjalan, pandemi tiba-tiba melanda dan membuat para negarawan yang ada di dalam pemerintahan tersebut ketar-ketir menghadapi situasi darurat di awal pandemi.
Akibatnya, subsidi besar-besaran yan diberikan kepada masyarkat pun dicabut secara keseuruhan dan hal tersebut berdampak pada protes yang pecah di sana-sini dari masyarakat. Krisis pangan yang meluas dan pengambilan kebijakan yang kurang tepat seakan mejadi pemicu makin buruknnya keadaan negara Sri Lanka dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19.