Lihat ke Halaman Asli

Antara SaveKPK, SavePOLRI atau SaveINDONESIA

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa pekan terakhir, Rakyat Indonesia sedang diombang-ambingkan dalam berbagai macam issu sosial bertaraf nasional. Perdebatan tentang Pilkada Langsung, Kurikulum pengajaran hingga ricuk antara KPK dan POLRI telah berhasil ditelurkan oleh media sebagai gosip. Di angkringan Jogjakarta pun, mereka jadi bahan gosip. Sungguh luar biasa.

Telur media mampu meraup sejumlah simpatisan. Tetap pada media, muncul berbagi bentuk dukungan. Muncullah pemilahan antar golonga: SaveKPK vs SavePOLRI. Masyarakat pun merasa diri untuk ikut dengan posting foto, koment, bahkan mengisi formulir di change.com. Betapa besar simpatisan virtual yang dikumpulkan hingga menimbulkan hater-hater virtual.

Situasi Nasional sekarang, kalau bisa dikatakan demikian, merupakan sebuah bencana kebenaran. Kebenaran dipermainkan demi kepentingan tertentu. Benar kata orang, dalam politik tidak ada keabadian dalam persahabatan dan permusuhan. Yang abadi adalah kepentingan. Betapa tidak. POLRI dan KPK yang diharapkan untuk memangkas kebiasan para koruptor, saat ini malah bermusuhan. KIH dan KMP pun seakan menjalin cinta dalam masalah ini yang pada bulan-bulan yang lalu ibarat api dan air.

Apa sebenarnya tujuan dari semua ini? Pertanyaan mendasar yang muncul dalam pikiran rakyat biasa. Kebingungan menyelimuti tidur para mahasiswa. Mereka resah dengan situasi ini. Pikiran buruk yang juga menampung kebenaran pun hadir dalam pemikiran. Jangan-jangan, kehancuran Negara Indonesialah yang sedang dipertontonkan.

Pemikiran ini bukanlah sebentuk apatisme kebangsaan. Fenomena yang terjadi, menunjukkan secara jelas. Rakyat dibelah, kepecaryaan atas apararatur negara runtuh, bahkan presiden pun semakin dipertanyakan.

SaveIndonesia

Sejak kecil, pernyataan “think globally, do locally” telah merasuk dalam pemikiran kita. Harapannya, semua orang mampu menanggapi realita yang terjadi di sekitarnya. Bagaimana jargon ini dalam usaha SaveIndonesia? Suasana kebangsaan saat ini merupakan sebuah panggilan. Kita dipanggil oleh Ibu pertiwi. Kalimat ini bukanlah sebuah untaian sastra melainkan proklamasi bersama.

Di tengah pengkotak-kotakan massa, kebanyak orang menunjukkan keprihatin mereka terhadap masalah global. Itu tidaklah salah. Namun, ketika mereka berusaha untuk tampil sebagai pahlawan di tengah persoalan tersebut, itu merupakan petaka. Semua orang ingin menjadi pahlawan penyelamat. Saat itu juga, perjuangannya sia-sia karena dia lupa persoalan lingkungannya.

Sangat disayangkan. Banyak orang berteriak mendukung pihak mereka. Jika ditanya persoalan daerah tempat tinggalnya, mereka akan diam. Mereka lupa dengan persoalan Danau Toba yang semakin rusak. Freeport dengan segudang persoalannya seakan tidak dihiraukan lagi. Permasalahan air di daerah pemukiman Yogyakarta dicueki secara sistematis. Yah, itulah yang terjadi.

SaveIndonesia adalah sebuah panggilan. Persoalan lokal jangan sampai tertinggal. Beberapa orang yang tetap berjuang harus kita dukung bersama. Merekalah merupakan nabi-nabi yang senantiasa meneriakkan suara Ibu Pertiwi kepada semua kalangan.

Bertindaklah dari lingkungan sekitar. Jika semua telah menyadari ini, SaveIndonesia pun akan semakin nyata. Saat itu, kita pantas mengacungkan penghormatan kepada para pahlawan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline