Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Kafe Ketiga

Diperbarui: 13 Juni 2024   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar pixabay.com

Saya pernah ketujuh kali menatapi paras kamu dalam tujuh malam tanpa putus. 

Di rimba musik yang dominan dari sekedar rumah makan dan kafe. Paras kamu ternyata memaksa saya untuk mengambil kursi yang sama, jam yang sama dan pandangan yang sama di dalam rumah kafe redup itu.

Dia wanita yang patah! Kata paramusaji di pinggir meja saya.
Saya menganggukkan leher, mencoba menelan yang tidak saya ketahui, mungkin soal kesedihan yang panjang.

Anda orang anyar di sini bukan?
Saya mengangguk.
Dan mata anda banyak mengirim pandang ke wajahnya selama tujuh malam berturut-turut! Lanjutnya.
Saya menghela napas untuk sesuatu yang mencampuri dalam dada saya.

Pergilah! Usir saya.
Pramukafe itu beringsut pelan, sembari mengucapkan kata lirih.
Kau tidak akan bisa mendekatinya. Perempuan itu sudah berbulan di sini, dia membawa kesedihan yang sangat batu!
Saya tak hirau dan meraih kopi lalu mereguk hangat. Masih pandangan saya tidak lepas dari perempuan itu.

Kini malam ketujuh saya terpantek di persoalan ini, memutuskan untuk mengakhiri kebuntuan dengan mendekati mejanya yang senyap.

Saya berniat duduk di sisi anda! Buka saya.
Dia menaikkan parasnya, sebentar dan kembali lagi membuang mata. Tak ada suara keluar dari bibirnya yang pucat.

Saya pun memutuskan mengambil duduk di sebelahnya.
Nama saya Jonikom! Kata saya.

Perempuan itu diam.
Saya memesankan kopi, dua gelas anda kerontang! Lanjut saya.

Perempuan itu beku dan mungkin benar dia batu. Satu pramukafe mendekat, di tangannnya kofi beruap putih, saya menyambutnya dan menaruhnya di dekat lengannya yang ramping.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline