Suaranya memang sudah menggema, soal reshuffle, mungkin 1 bulan sebelumnya, dan semakin mendekat. Selalu dipercaya hari Rabu yang mulai ditunggu kejatuhan Rabu pada setiap minggunya. Efek amplifikasinya semakin besar sesuai dengan hukum teori bapak gelombang Maxwell bahwa jumlah gelombang seiring dengan membesarnya frekuensi.
Reshuffle atau perombakan adalah harapan, dan harapan adalah suatu mahluk terbang bersayap, dia tetap berbunyi sekalipun di tengah badai kata Emily Dickinson, penyair absurd dari Amherst, Massachusetts.
Mungkin inilah salah satu reshuffle yang paling absurd di kepala saya yang tidak sekolahan politik bahkan nihil mengerti atau kadang enggan mengerti politik di dalam memahaminya secara linear.
Presiden Joko Widodo akhirnya memenuhi takdir hari Rabunya dengan melantik 2 mentri dan 3 wakil mentri yang dilabelkan oleh media dan pengamat politik yang seperti paduan suara, bahwa reshuffle ini adalah politik akomodasi menyongsong pilpres 2024.
Kalaulah analisis orang-orang ahli itu asumsinya benar tentu tidaklah cukup elok mengganti seorang pembantu presiden yang dianggap tidak cakap dengan tujuan atau alasan politik, mixing profesionalitas dengan politik memang seperti mencampurkan minyak ke air. Tentu saja banyak variabel yang muncul di dalam diskursus antara politik dan profesionalisme bahkan sampai mortal, menggelikan dan menjemukan.
Namun kembali ke soal harapan, pasti harapan masyarakat sederhana adalah pangan yang mudah didapat dan harga yang wajar, persoalan minyak goreng yang panjang dan karut marut, harga telur dan cabai naik dan soal grass root lainnya, aktualisasi curhatan Jokowi perihal sertifikat dan mafia pertanahan dan penggunaan barang impor yang bisa dibuat di dalam negri sedikit banyak juga mengharu biru para jelata.
Keadaan yang terus berlangsung lalu ditangkap sebagai satu isu perombakan kabinet bahkan merupa menjadi satu harapan besar bahwa reshuffle akan menjadi obat mujarab. Sangat tidak salah berharapan seperti demikian karena desperate dalam dekapan covid19 yang panjang akan mencuatkan sensitivitas tinggi terhadap suatu permasalahan pasca pandemi. Tidak ada yang bisa diharapkan lagi selain mengganti mentri yang seperti dipercaya instan atau paling tidak bisa mengalihkan rasa hati yang kecewa.
Menjelang Rabu, telah banyak beredar bocoran penggantian anggota kabinet, mulai dari yang ringan sampai yang serem-serem dan hal ini menambah glorifikasi bahwa akan ada reshuffle yang signifikan.
Namun apalah rakyat yang bisa menangkap sinyal-sinyal politik dari kejadian aktual recently yang beyond dari kebutuhan sehari-hari , seperti pertemuan-pertemuan Projo, deklarasi koalisi KIB, Rakernas Nasdem dengan agenda 3 nominasi capres dan gimmick Jokowi yang mengisyaratkan adanya kekentalan jalan politik yang diblend dengan masalah-masalah lack of ministry.