Bermain dengan Thailand akan susah-susah gampang, meskipun tim Garuda Muda lebih diunggulkan daripada Thailand. Terus terang dari pengamatan bukan mbah dukun, kali ini tim Indonesia lebih memiliki materi pemain yang out of the box dibanding pemain standar Asean baik dengan memakai komposisi tim yang standar atau komposisi yang nyeleneh.
Agak masuk di akal jika beberapa hal dikatakan kesebelasan Indonesia 23 kebawah ini mengerikan. Kurva permainannya juga menggambarkan eksponensial atau logaritma. Jadi seharusnya tim Shin Tae Yong tinggal main dan metik buah, selesai.
Komposisi juga kelihatan sudah lumer, mau pake yang kaku atau yang liat, pelatih Korsel ini bisa tinggal goyang kaki melihat anak-anak bermain bola. Itu sih bayangan waktu latihan kalee.
Tapi ngomong-ngomong, tidak terasa kita tahu-tahu sudah berada di semifinal knock-out, menghadapi Thailand sebagai tim Gajah Perang, yang masih selalu menghadirkan mimpi buruk, trauma inferioritas yang merasuk ke kepala pemain, penonton bahkan kepala penulis. Meski tidak pernah nendang bola sekalipun, saya secara pribadi merasakan tiupan stigma kalah masih bertengger di kepala.
Meski Thailand squad tidak semengkilat tahun-tahun lalu ketika masih bercokol Lionel Messi edisi Asia Tenggara,Terasil Dangda dan gelandang serang berambut warna pirang Channatip Songkrasin, tetapi Tim Gajah kali masih tetap disegani kawan dan lawan.
Memiliki tim manajemen yang maknyus dibawah CEO yang dipuja-puji kecantikannya, Madame Pang dan pelatih Brazil-Jerman Mister Alexandre Mano Polking, edisi skuat Thailand kali ini memang agak berbeda.
Thailand telah mengikut jaman dengan mengambil pemain naturalisasi atau blasteran dan pemain yang bermain di luar negrinya, seperti gelandang pengatur serang Benjamin Davies, Patrick Gustavsson, William Weidersjo, Chayapiat, sehingga tampilan permainan dilapangan juga berbeda, lebih ternikmati ketimbang kecepatan lari-lari doang. Tapi Indonesia telah lebih dahulu untuk menggunakan komposisi itu dan itu sangat merubah gaya yang harusnya juga merubah gaya menonton menjadi lebih bergengsi kali.
Untuk diketahui, Thailand saat ini memakai banyak gelandang, bisa 4 atau 5 gelandang sekaligus digunakan oleh pelatih Polking, dengan sejatinya hanya memakai 3 bek dan 2 penyerang. Ini bisa berarti okupansi lapangan tengah dengan kelenturan dalam perobahan menyerang dan bertahan. Pelatih Brasil ini boljug (bolejuga) untuk membuat komposisi lentur Thailand tidak sebagaimana biasanya tim Thailand yang selama ini kita lihat.
Formasi 3-5-2 atau 3-4-3 akan dipilih tergantung kejadian di lapangan, apakah Thailand akan menyerang dengan 2 penyerang atau 3 penyerang dengan andalan Patrick Gustavsson yang sangat kuat. Ini seperti yang dikerjakan waktu melawan Malaysia dan Laos.
Tetapi jika diperhatikan lewat layar tv, pasukan belakang Thailand sepertinya sebelas dua belas dengan Garuda, enggak canggih. Kombinasi 3 bek mereka terlihat lebih mudah di tembus dari sisi kanan atau kiri, terlebih bek kiri Anusak Jaiphet menjadikan bolong yang bisa jadi mudah di mainkan oleh fullback kita Rio Fahmi yang mobile tentu akan mudah memanfaatkan sisi ini untuk membuka peluang ke tengah.