Henri!
Hari ini kau ke supermarket! Kau sudah tau kan tabelnya? Aku terlalu sibuk membereskan kebun ini! Demikian suara lengkingan istri saya terdengar dari taman.
Ah! Hari supermarket. Tidak ada lain selain hal yang membosankan ini.
Saya menekan api rokok di piring tilas sarapan, asapnya bergaris-garis dan bara kecilnya berhamburan mati di spotnya.
Kau mendengarku Henri? Suara dari taman kembali menggema.
Aku mendengarmu Nadia! Mmmm...! Saya menjawab terbatuk. Mengangkat kedua kaki saya untuk merambah tas kanvas belanja dan merogoh daftar belanja di saku dalamnya, lalu melesakkannya kembali.
Kertas toilet, alumunium foil, tisu, jeruk pisang, tomat. Ah! Tentu saja bir kaleng. Itu sebagian yang sudah mengendap di dalam benak saya, di setiap kerutinan mendorong keranjang di supermarket.
Mengganti celana tidur yang bekaret longgar dengan jins blue dan mengenakan kaus berwarna black, saya pun beranjak ke beranda.
Hai, Henri! Ganteng kali kau? Istri saya memberi komentar seraya menyembulkan kepalanya dari balik dedaunan. Aku masih mencari-cari arah suaranya sembari merapikan poni rambutku yang sudah memutih.
Uruslah tanah-tanah kau itu, Nadia! Saya membalasnya lalu melangkah menuju garasi.
Ahaa.. adakah wanita supermarket itu menggoda si tua Henri? Hahaha.. Balas istri saya menggoda.
Namun saya tak menghiraukannya hanya menancapkan kunci mobil kedalam kontak dashboard lalu menghidupkan engine.
Selanjutnya saya sudah menyusuri jalan mulus menuju kota yang tak sampai lima menitan akan tiba di tujuan.
Sementara bawah sadar saya menyeruak, bahwa berkeliling mendorong kereta belanja bukan melulu tetek bengek rumah tangga, tetapi juga pemandangan lain dari rona pelayan-pelayan perempuan yang cantik cekatan.
Saya masih bisa menghentikan keranjang dorong bukan kepada barang yang dituju, melainkan pramujaga wanita yang kadang sibuk membungkuk berkonsentrasi meletakkan stuff ke dalam ordernya.
Mencuri pandang ke kedua jenjang kaki, lalu memperlambat roda kereta belanja bahkan berhenti untuk mendekat, mencoba mencari barang di dekatnya tanpa alasan yang sebenarnya tidak ada dari dalam daftar.
Tentu saja istri saya benar! Naluri istri saya yang polos ternyata mengetahui setipis apapun yang dapat dirasakannya. Pikiran ini segera saja menggugah pikiran saya.
Memasuki laman supermarket yang tidak pernah berubah seperti makanan kaleng, saya memarkir mobil, tak terlihat keramaian dan keadaan dingin-dingin saja. Saya pun mengambil kereta belanja dan mendorongnya melintasi pintu kaca otomatik, melangkah masuk ke ruang dingin supermarket.