Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Pondok Perjalanan

Diperbarui: 7 Desember 2021   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber dari pixabay.com

Bus itu tidak penuh, cuma separuh kursinya berisi. Pemuda itu duduk di depan, tepat di belakang pengemudi, sehingga pemuda itu bisa melihat tujuan di depan tanpa terhalang. Tapi dia tidak mengeti tujuannya, dia hanya melihat tujuan di mukanya.

Semenjak melaju, jalanan selalu basah, tidak henti dilumuri hujan tegak lurus yang membunyikan musik berbaris di atap mesin logam yang berjalan itu. Pemuda memandang kabut air melalui jendela, seperti bola asap bergumpal, semakin lama seperti salju ketika sinar sore memukul.

Berjam bus berlaku mengikuti aspal berair, hingga sampai di deretan hutan cemara di kiri dan kanan berkelir hijau tua. Sudah tiba saatnya untuk beristirahat dari penat perjalanan, sementara pak supir juga telah memberi firasat kepada kenek untuk mempersiapkan perabotan pembersihan lempengan luar bus yang telah berlapis lemah coklat ini.

Kisanak tujuan mana? Sang sopir berbasa-basi menegur pemuda yang terlihat masih sangat hijau di matanya itu.
Pemuda tersenyum sebentar dan menjawab datar. Aku akan pergi ke suatu tempat. 

Sopir melirik dari spion atas mengamati penumpang nomor satu di belakangnya, lalu diam menatap lagi ke depan kaca besar, karena tujuan istirahat telah menjelang.

Sopir berkumis melintang itu, dengan tangkas mengalurkan badan panjang bus ke kotak parkir dan berhenti dengan rem lembut. Tidak satupun penumpang yang terhenyak, begitu normal manuver bus, mereka seperti membuka mata sehabis memejamkan mata, mendapati pondok makan tiba-tiba sudah di hadapan.

Semua passenger melompat keluar pintu bus, mereka berputar-putar di beranda mengambil udara yang paling segar dan paling dingin untuk paru-parunya. Termasuk pemuda kencur ini, dia menatap keindahan pondok makan kayu yang dikelilingi oleh perbukitan yang serba hijau. Beberapa merah terserak di pelataran pondok dari bunga-bunga yang dibasah embun.

Pemuda memasuki pondok lewat lorong kecil berbau kayu dan mengambil duduk di pojok menghadap jalan. Hari telah cukup sore namun masih jauh dari senja, pemuda itu mengorder makanan seperti tertulis di menu meja. 

Bau makanan bercampur bau daun dan embun menguasai ruang dalam pondok saat makanannya tiba. Sepotong daging yang masak baru dan kopi beraroma tenteram.

Silakan! Pelayan wanita itu mempersilakan. Pemuda itu mengangguk berterima kasih. Tetapi pramusaji itu tidak memandangnya,  garis-garis wajahnya adalah seraut perempuan yang tidak pernah ditemuinya selama ini. tapi amat menyenangkan, begitu baru dan tidak pernah ada sebelumnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline