Aku menunggu merah bulat telur
Meski meja makan masih saja gelap
Namun aku telah duduk menghadap
Sepernah kau tak lagi terbangun dari tidur
Padahal kau datang menerangkannya
mendahului pagi
Ketika cahaya malamku masih berupa puisi
Lalu aku mencintaimu berkali-kali
seperti pagi
Hingga ku menyerah membiarkan kenangan
masuk terbenam
Kau tahu?
Ku kini tak bisa membedakan lagi
Apakah matahari akan terbit
atau tenggelam