Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Ibu yang Belum Selesai

Diperbarui: 24 November 2020   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Rani selalu begitu, dia akan memakan waktu yang lama di makam ibunya. Dia selalu ingin sendiri. Seperti disitulah tempat terbaiknya yang pernah hilang. 

Kuburan yang cerah dan berwarna selalu mengunci hatinya untuk bukan sekedar mengenang tentang ibu terindah, melainkan juga membelah segala pilihan hidupnya selama ini. 

Hanya ibunya seorang yang dirasakan mengetahui  hingga kedalam degup jantungnya. Kata ibunya yang menguat untuk selalu diingat, "Kamu seperti lautan, merepresentasikan keheningan perempuan yang yang ditanamkan karena tekanan otoritas maskulin, sehingga menyadari seberapa dalam keinginan wanita itu". 

Dan Rani menyukainya, karena ibu seperti matahari yang tidak gagap oleh gerhana yang menggelapkan bumi hanya untuk sekejap. Jadi seperti baterai, Rani sowan ke pusara ibu untuk juga sekaligus untuk men'charge' hati lunglainya. Tentu saja ditengah patriarki masyarakat yang selalu mengamankan identitas perempuan, Rani kadang terhempas.

Selalu menyeruak 'flashback' ketika sang ibu sebagai orang tua tunggal yang membesarkan Rani kecil dengan semua keterbatasan namun tanpa batas. Kehilangan tonggak suami sekaligus ayahnya, membuat ibu seperti menemukan kembali 'permainan hidupnya' yang tertahan di bawah air.

 "Aku seorang isteri yang selesai" begitu katanya ketika Rani kecil merajuk meminta ayah baru, seperti teman teman lainnya yang berayah. Dan Rani baru menginsyafinya ketika dia bertumbuh remaja, lalu mulai melihat sisi lain ketika tanggung jawab seorang wanita bisa begitu kuat sehingga dia bisa kehilangan identitas pribadinya.

Ibu tidak mau menjadi lumpuh oleh identitas yang dipaksakan sebagai pengasuh keluarga, dipaksa untuk meninggalkan tujuan pribadi  menjadi seorang istri yang sukses dan dilarang untuk menyuarakan pengorbananya. 

Dan Selanjutnya Rani melihat ibunya berkembang kearah yang merdeka, sementara dia mengaguminya dan membenamkan segala alur alam ke ibuannya kedalam benaknya.  

Dan ibu membiarkanya tumbuh untuk jiwanya memilih masyarakatnya sendiri.  Dan ketika Rani beranjak mature, kembali dia terngiang kata tajam sang ibu. 

"Rani. Kamu boleh tumbuh seperti mawar yang berkehendak dikelilingi para kumbang dan memilih pekerjaan terhormat  menjadi seorang istri. Atau membuang rantai gender patriarkal penahan impian dan keinginan. Atau seperti ibu-ibu karir dengan mengambil jalan kompromi atas sudut pandang tradisional pernikahan"

Rani sangat bisa membaca pikiran ibunya, bukanlah soal penentangan gender yang sudah mapan dan melihat budak rantai pernikahan dan keibuan. Tetapi pandangan-pandangan kedepan sang ibu tanpa mengajari , tanpa romantisme emosional. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline