Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Asian of The Year 2019 ST, Mengangkat ataukah (Bisa) Menjerumuskan?

Diperbarui: 7 Desember 2019   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Asian of the year 2019 Straits Times, termasuk mengangkat ataukah  bisa menjerumuskan?

Pada hari kamis 5 Desember 2019, diterbitan Koran Singapur, Straits Times (ST) muncul wajah Jokowi, presiden Indonesia dengan tulisan Asian of the Year 2019. Saya sendiri sebenarnya kurang paham apa itu Asian of the year, mungkin artinya Presiden Indonesia disematkan sebagai tokoh Asia 2019? Tapi masih kurang begitu jelas kedalamannya, buat saya.

Penjelasan dari yang memberikan gelar "Joko, 58, dipilih oleh editor karena ketangkasan dan kerinduannya dalam menavigasi arus lintas politik dalam negeri yang rumit dan urusan internasional," tulis media yang berbasis di Singapura tersebut, Kamis (5/12/2019).

Sejauh yang saya ketahui perihal Koran Singapur, Straits Times ini, yang dibaca 1.5 juta orang yang sebagian besar adalah  secara umum lebih muda, lebih berpendidikan, dengan pendapatan yang lebih tinggi daripada populasi rata-rata, pembaca ST lebih "bersedia membayar untuk kemewahan dan kualitas", katanya. Selebihnya saya blank soal koran asing ini.

Tanggapan istana cukup respon lewat pak Fadjroel bahwa raihan ini berkat kerja cerdas bersama seluruh rakyat Indonesia. Tanggapan ini sama enggak jelasnya dengan reason ST, membuat saya semakin limbung berusaha mengerti, dalam arti bukan karena tidak menghargai.

Sebelumnya kita semua tau dalam mingguan nasional bergengsi Tempo Edisi 16-22 September 2019 ada memuat judul "Janji Tinggal Janji" bergambar Jokowi dengan latar gambar siluet pinokio. Dengan ulasan yang tentu bisa dikesankan paradox dengan ST.

Lalu yang masih segar dalam headline soal wacana amandemen UUD45 ada tiga makna. "Ada yang ngomong presiden bisa dipilih tiga periode. Itu ingin menampar muka saya, ingin cari muka, padahal saya punya muka, juga ingin menjerumuskan," cetus Jokowi.

Tak ada makna mawas terhadap gelar Asian of the year 2019 ini, selain mengamini editor ST. Tak ada terbersit juga tiga makna tersebut di atas. Penilaian tidak terlihat membumi karena Singapura tau apa dengan Indonesia cq Jokowi. Saya pribadi tak tau apakah bangga atau enggak dengan gelar dari ST itu, entah Anda? 

Barangkali data dan parameter yang di pakai ST bisa saja sahih secara kaidah media. Namun aku tidak merasakan ukuran yang dipakai secara rasa tinggal di bumi Indonesia. Mungkin ST punya parameter tapi apakah mereka punya feel? Baik itu goodfeel dan illfeel. Sehingga aku merasa bagaimana juga ada celah dishonest. Mungkin tulus tapi lebih terasa ketulusan kertas. 

Sebaliknya ketika Tempo mengangkat rasa ketidakberpihakan kepada pemusnahan korupsi  dengan idiom janji tinggal janji, meski itu juga menyakitkan bagiku, tapi ada honest. Kadang memang kejujuran itu menyakitkan namun bertujuan healing.

Banyak kerjaan di periode kedua ketimbang riak riak kecil yang menyita perhatian berlebih. Sisa sisa politic war, pujian, jebakan mestinya di kelola selow aja. Fokus kepada kerja untuk rakyat bukan bersama rakyat adalah lebih tepat. Karena rasa sejati rakyat tidak bisa dibohongi, meskipun selalu dicoba dikalkulasi dengan prosentase suka dan tidak suka, setuju dan tidak setuju. Tetap saja rasa rakyat yang genuine ada di dalam rumah dan keluarga yang tidak tercemari udara luar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline