Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Kemewahan Sabrina

Diperbarui: 13 Oktober 2019   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pexels.com

Berlian bekilau itu dilesatkan keluar jemari manis lentiknya. Mata bola indahnya menatap masih tersepona, enggak sebentar dia, Sabrina, memandang keindahan mirah delima berukuran termasuk cukup besar, bisa dibilang segede gaban untuk dimensi sebuah diamon. 

Wajah indonya berbinar, rambut blondinya bergoyang goyang memecah sinar lampu kamar tidurnya. "Weleeh.. inilah berlian tergahar yang pernah kupunya. Wadaw.. indah nian.." Sabrina tak putus mengoceh pana. Sampe segitu temponya, yang akhirnya membuatnya lelah sendiri. 

Menyadari bahwa kekaguman teman teman di pesta barusan sudahlah berlalu. Serbuan kekaguman berlian gaban dijarinya memang berhasil melambungkan harkat martabat ke level langit. Kini Sabrina sendiri di kamarnya, tertinggal bahagia oleh jamrud di belakang.  

Fokus kekaguman sudah berlalu, hanya Sabrina terduduk sendiri ditemani berlian yang tergeletak, tak ada gumam kekaguman lagi, tak ada pameran dan kekayaan. Sabrina merasa sepi, merasakan jamrud itu hanya benda mati yang tidak menggairahkan jiwanya lagi. 

Kalo sudah begini, tiada lain yang dikerjakan selain kesukaannya menulis. Lalu Sabrina menulis tentang berlian yang seharusnya lebih membahagiakannya, terus menulis tentangnya sampe dia terlena mimpi  ke penghantar fajar.

Di hari berikut Sabrina kembali bertemu pesta, kali ini hadirin terpukau kepada kalung mutiara yang menggantung di jenjang lehernya. "Mutiara ini begitu maut! Aku tersekat tak sanggup lagi mesti bersuara apa!" Sampe begitunya temans kembali memuja seperti paduan suara, sehingga membikin Sabrina yang kembali melambai ke awan. 

Ah! Sabrina. Sabrina. Dia tampak anggun didapuk sebagai mutiara pesta, kakinya yang jenjang melangkah meliuk sehingga kalung mutiara pearl berguncang berpendaran. Dan mutiara menemukan nilai jati diri. Namun pula tak selamanya ria pesta, segala ada akhirnya, perhelatanpun selesai. 

Menempatkan kembali Sabrina cantik berdua di kamar tidurnya, dia dan mutiara. Tak ada suara buzzer memuja, yang ada hanya sepi  dan harga selangit mutiara mati. Sabrina terdiam dan kemudian kembali ke laptop. Dia menulis puisi tentang mutiara, sesuai hatinya bersama malam yang memimpin kepada lelapnya.

Masih ada hari berikut lagi. Pesta bak selekbriti dan soksialita. "Akankah hamba menikmatinya?" Sabrina bertanya diri. Sebelum celik, para temans serta merta merubung  bak semut. "Widiih.. kerennya. Engkau selalu ternama" mereka berdesah seperi merindu penampilan kulminasi. 

Menikmati gelang emas yang dikenakan di tangan ramping Sabrina, menyilaukan seperti mentari. Emas yang berbeda dari biasanya, perhiasan emas yang mangtaap! Instingtif Sabrina memutar mutarkan lengannya dan emas itu bergerincing, menyuarakan keindahan dan kemewahan tingkat tinggi. 

Temans pun bolak balik mendekatinya seperti ombak, membuat Sabrina terbang ke angkasa. Namun tak selamanya melayang. Layang layangpun akhirnya akan turun ke tanah juga, ketika pesta usai. Melemparkan kembali Sabrina di kesenyapan kamar tidurnya. Menatapi  perhiasan emas lambang sepsis  dunia surga, mata Sabrina  tak lagi mencari, seperti sudah kehilangan arti. Kerna emasnya hanya batu di kesendirannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline