Aida gadis cantik, cewek pasca milenial, usianya baru mau tujuh belas. Mama dan papanya bangga pol dengan anak gadisnya yang mulai merekah. Cantik dan cerdas, kadang nggemesin. Tutur katanya sopan dan rapih lagi nyambung. Manalagi puteri tunggal.
Disekolah, Aida termasuk daring. Disayang guru dan men- temen. Sebagai siswa sekolah negri Manstaf, Aida bukan murid biasa biasa saja, apalagi kacangan. Dia selalu rangking kelas. Kalo engga satu pasti dua. Kalo engga dua pasti satu. Muter disitu aja, satu dua, dua satu.
Nah, pesaing rangking ini, si pinter ganteng, namanya Agip, salah satu dari sedikit cowok idaman cewek cewek.
Sebagian besar siswa sepakat jika Aida dan Agip bersanding, maksudnya arek arek-an gitu loh, tapi mereka terlihat masih malu sama kucing.
Meskipun cakap dan cakep, Aida sendiri belum memiliki hasrat kesitu, mungkin masih lugu perihal cinta cinta an, meskipun cinta monyet monyetan sekalipun.
Serupa dengan Agip, yang dasarnya pemuda pemalu asli, bukan pemalu, pemuda lupa usia. Ganteng celingus tapi genius, seribu persen jadi rebutan bikin geregetan.
Sebagai siswa kelas tiga sma, eh itu jadul yah, sekarang kelas 12, di sekolah negri favorit Manstaf, telah dilaksanakan pre -test, yaitu test empat pilar mata pelajaran, mtk, ipa, b-ing dan b-indo, untuk memetakan kemampuan siswa dari nilai tertinggi sampai nilai terendah atau jeblok. Siswa dengan angka test keren dimasukkan kelas A, yang lumayan kelas B, dan selanjutnya sampai kelas terakhir diisi oleh murid dengan nilai didasar. Kesian deh gue?
Tapi jangan salah. Mapping siswa ini berorientasi untuk memudahkan menggenjot siswa yang minus dengan lebih intensip, ketimbang siswa siswa yang cemerlang. Begitu cerita kerennya.
Pasti dong, mudah ditebak, siswa dan siswi terbaik, Aida dan Agip mengisi kelas premium bersama dengan pinter pinter yang lain. Bahkan mereka berdua duduk satu meja atas titah guru wali, langsung tanpa komando siswa lain cie, cie dan suit, suit, membuat raut keduanya merona padma. Maklum selama dua tahun kebelakang Aida selalu duduk semeja dengan teman perempuan, sama halnya dengan Agip yang hanya ngerti sebangku dengan sahabat prianya. Sekarang mereka dibuat sesetel.
Pada awalnya mereka berdua merasa canggung, namun seiring berjalannya waktu mereka mulai merasa terbiasa, apalagi dengan interaksi pelajaran yang bertubi tubi untuk menghadang kencangnya UN dan UNBK. Akhirnyapun mereka merasa nyaman. Tak jarang Agip mengajak Aida makan siang di kantin sekolah. Tak kenal maka tak sayang, mereka pun jadian, walaupun sebatas temen ajah kata mereka ketika dikonfirmasi. Malu malu karena kepolosan kedua juara ini.
***