Selepas dua bulan ini Dudi acap diserang gejala aneh didalam rongga mulutnya. Muncul rasa ingin meludah yang kadang tak tertahan. Laju produksi air liur di mulutnya begitu melimpah tanpa bisa dikendalikan. Membuatnya sebentar sebentar meludah.
Sebagai nara sumber pakar, sangatlah mengganggu, apalagi disela kegiatannya yang banyak berkiprah didalam panel panel perdebatan dan diskusi. Kadang didalam live, pengarah program terpaksa merujuk kameraman untuk shoot over, guna memberi kesempatan Dudi menyeka busa liur yang meluber di kedua sudut bibirnya.
Dudi menyadari bahwa ihwal yang mengganggunya ini harus segera di tindak lanjuti dan perlunya bantuan guna mengatasi sindrom yang menjengkelkan ini.
Hasil konsultasi yang dijalani, menyatakan bahwa itu gejala normal yang bisa saja terjadi kepada lansia. Untuk itu Dudi mendapat obat hisap yang berguna untuk menyerap air liur yang berlebih yang dimasukkan mulut pada saat gejala ngeces timbul.
Aktivitas Dudi kembali mulus, tidak lagi terkendali oleh rasa kurang percaya diri atau rasa tidak nyaman saat perform di acara acara debat baik live atau offshow. Menjadi hal mudah pula jika ditengah diskusi ketat, Dudi tinggal menguntal obat hisapnya dikala emosionalnya meningkat. Dudi pun kembali moncer.
###
Waktu pemilihan nasional tersisa tak sampai sepuluh hari lagi. Bisnis acara debat dan perbincangan mulai menguasai putaran waktu produktif khalayak. Tak terkecuali Dudi. Undangan debat dan ulasan yang kental politik mulai memadati jadualnya. Ketatnya jam demi jam harus berpindah program yang berurutan membuatnya fatik dan setres.
Penggunaan obat hisapnya mulai ngawur tidak terkendali. Dudi mengalami overdosis. Perutnya membusung dan mual, kepalanyapun ikut ikutan berputar dan bicaranyapun gagap. Penyakit lamanya kambuh. Air ludahnya kembali tak terbendung bahkan lebih membandel, meski sudah menghisap obat beberapa sekaligus. Mulutnya mulai sering meludah bahkan dalam hitungan setiap lima nemit.
Ini bukan lagi trauma mulut atau perkara gisi palsu, ada kemungkinan indikasi gangguan intelegensia, begitu intervensi yang diperoleh dari laman terpercaya. Dan Dudi berniat merujuk ke konselor kejiwaan.
###
Dudi duduk menunggu di ruang lobi konselor. Gelisah. Sebentar sebentar beranjak. Meludah ketempat sampah. Berkali kali tak terhitung. Dia menanti lama. Menunggu, meludah. Meludah menunggu. Begitu seterusnya.