Lihat ke Halaman Asli

Mundur!

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dicky Chandra menyatakan mundur sebagai Wakil Bupati penghasil dodol. Tradisi yang dipandang melenceng dari ke-umuman birokrat di Indonesia.

Mundur ! dalam perspektif tertentu bisa dikatakan kalah, lari dari masalah serta mengandung konotasi “ pengecut “.Ada jugayang berpendapat, mundur diartikan sebagai sikap ksatria, keputusan yang paling maskulin, sikap yang jujur atas ketidakmampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu amanat. Sejauh ini, pandangan tentang “ mundur” dianggap sikap seorang ksatria tradisinya hanya di milki oleh negeri Sakura-Jepang.

Kita ingat, Menteri Perdagangan Jepang, Yoshio Hachiro mundur , setelah ia mendapat kecaman dari masyarakat, atas pernyataannyatentang daerah di sekitar fasilitas PLTN Fukushima yang rusak sebagai 'kota kematian'.Hanya dengan kecaman, tanpa demonstrasi dan dimeja hijaukan, ia resmi mengundurkan diri sebagai menteri.

Mundurnya seorang pejabat teras di jepang akibat hal yang dipandang oleh masyarakat kita spele, merupakan peristiwa biasa dan sering terjadi di negeri “ harakiri”. Media setempat pun tidak terlalu heboh untuk mempublhisnya. Biasa dan tenang, tanpa komentar dari para pengamat palsu.

Hal berbeda ketikaDicky Chandra menyatakan mundur sebagai Wakil Bupati Garut, berita tersebut sontak mengejutkan public, kemudian menjadi isu nasional, serta para pengamat kelas kakap ramai menyampaikan komentar dengan kesimpulan yang seragam “ adanya ketidakharmonisan”. Jutaan pasang mata penduduk Indonesia pun dalam beberapa pekan terakhir focus menelanjangi kabupaten yang penduduknya tidak lebih dari 3 juta jiwa tersebut.

Yang perlu menjadi perhatian atas peristiwa itu, bukan semata adanya ketidakharmonisan antara Bupati dan Wakilnya, hakikatnya, bahkan menjadi rahasia umum di indonesia, bahwa seorang pemimpin dan wakilnya 70 % tidak harmonis. Contoh konkritnya, SBY dan JK tak lagi mesra menjelang Pilpres 2009 silam. Yang perlu di perlu menjadi perhatian dari kalimat yang di ucapkan DICKY adalah “ Garut saat ini bagaikan kapal yang di kuasai para perompak , saya tidak bisa berbuat banyak“.

Kata perompak seharusnya menjadi perhatian Lembaga hukum Negara untuk menyelami lebih dalam tentang kondisi Garut. Apalagi, hal itu di ucapkan oleh seorang Wakil Bupati. Dia bukan orang biasa, melainkan pejabat yang di pilih rakyat.

Ya…Dicky mundur, permohonan yang ia sampaikan dengan air mata itu telah di kabulkan DPRD setempat, air mata yang sama, ketika di tahun 2008 ia mendaptarkan diri sebagai Wabup berpasangan dengan Aceng Fikri di Kantor KPU Garut. Kini ia tinggal menunggu waktu, menerima surat keputusan dariMendagri.

Secara tersirat, kami, warga Garut bisa memahami air mata itu, air mata rakyat yang di dzalimi para perompak. Dicky tahu, ia sendirian, setelah sahabatnya Aceng Fikri , merelakan diri menjadi bagian partai tertentu.

Dicky memaklumi, sebagai birokrat dari jalur Independen Fikri tak kuasa membendung arus mafia. “ Fikri lari tanpa keikhlasan hati”.

Pilihan yang dilematis bagi Dicky, bergabung ke Parpol dengan jaminan kekuasaan, atau di turunkan ?

Suami Rani Permata ini tidak mengikuti jejak sahabatnya yaitu Fikri, ia memilih jalan sakura. “ Mundur “.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline