Lihat ke Halaman Asli

Manusia Kereta: Mempertimbangkan Lagi Negeri Teater

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PT KA telah berupaya untuk menata sistem perkeretaapian di Indonesia, walhasil telah ada penambahan gerbong dan perbaikan gerbong di setiap tahunnya. Untuk menghindari kecelakaan pun gerbong paling depan ddan belang dikosongkan tanpa penumpang, walaupun prakteknya tetap diisi penumpang gelap akibat daya tampung yang tidak mencukupinya. Namun sungguh mengherankan kejadian yang sering terjadi akhir-akhir ini. Mengapa kita tidak mampu untuk menata sistem KA itu dengan tuntas?

Suatu hari ketika malam Sabtu tiba Jakarta-Jawa, berjejal manusia kereta masuk kereta ekonomi menumpuk berjejal tiada ruang untuk bernapas lega. Apalagi jika Minggu malam dari Jawa-Jakarta serasa kereta mau ambruk karena kelebihan penumpang. LIhatlah kereta Jakarta-Bogor, Jakarta Bekasi, Jakarta Bandung. Jakarta Surabaya. Yah maklum namanya kereta ekonomi.

Ketidak mampuan menata sistem KA telah mengakar bertahun tahun tak ada perbaikan. Lihatlah ke Pasar senin atau ke statsiun Jatinegara, pasti orang merasa kasihan dan iba kenapa pemerintah urus kereta dak bisa selesai dengan kenyamanan warganya yang miskin? Jika manusia yang tidur dan duduk serta bergelantungan di bordes, di gang tempat duduk bak layaknya teater dan sirkus manusia kereta. Siapa yng diuntungkan? Berjejal pedagang asongan sulit dicegah masuk, kenyamanan mulai terusik manakala sang kondektur mencatat manusia kereta tidak berkarcis tetapi di uangkan saja “bayar di atas” di setiap rute persinggahan dan pergantian antar sang kondektur. Belum lagi si manusia kera yang berambut cepak yang selalu diuntungkan separuh harga dibanding manusia kereta yang berstatus sipil. Waktu dan jarak tempuh keretapun tidak pernah tepat sesuai karcis. Apa yang sesungguhnya dijual PT KA? Sulit dimengerti rakyat awam. Manusia kereta ironis disamakan barang mati atau titipan kilat saja tanpa ada nilai memanusiakan manusia.

Negeri ini memang seperti teater yang membuat ketawa manusia kereta lainnya terhadap ketidak adilan di kereta. Tempat duduk pun dijual untuk menambah uang makan bagi manusia kereta. Menu makanan dan minuman pun dijual untuk melayani manusia kereta yang kadang membuat beringas dan berebut karena terbatas. Belum lagi bantal, selimut dijual untuk mendongkrak layanan manusia kereta. Ah…bahu pesing kamar mandi pun sudah menjadi sajian nyata, bahkan di tempati manusia kereta tidak peduli orang tua “beser”. “Yah..ini manusia kereta bisanya mengeluh.. Lha wong kelas sudra mas…yang bahu pesing, apek…dah biasa..harganya juga murah…sembari merebahkan kaki di bordes. Nikmati aja…negeri ini memang negeri teater..yang berduit yang bisa peroleh kenyamanan…rakyat jelata ya cuman dimintai sumbangan politiknya saja… “ gumamku seraya ngeloyor ikut merebahkan badan di gerbong gelap. Dak tahu sampai kapan negeri teater manusia kereta itu nyaman kembali dan Negara menjamin keadilan seluruh manusia kereta. (Juli2011)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline