Lihat ke Halaman Asli

[Manusia setengah Dewa] Arogansi Pemkot Bandarlampung yang kebablasan

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AROGANSI PEMKOT

HUKUM diadakan untuk menciptakan ketertiban dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Hukum hadir memberikan keadilan bagi siapa pun tanpa memandang status sosial ekonomi mereka. Karena itu, hukum wajib ditaati semua orang. Terlebih pemerintah, sebagai pihak yang diamanati menjalankan hukum di negara ini.

Sayangnya, amanat untuk mematuhi dan menjalankan hukum itu tak sepenuhnya dilakukan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Lihat saja bagaimana Pemkot dengan arogansinya enggan menjalankan Ketetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung Nomor 35/PEN/2014/PTUN-BL. Aturan itu meminta Pemkot membuka 30 ruko pedagang di Pasar Tengah yang mereka segel.

Arogansi seperti itu tak seharusnya ditunjukkan Pemkot. Tak ada ruginya mengenyampingkan egoisme untuk sedikit mengalah dan mengizinkan 30 pedagang kembali mengais rezeki. Toh proses hukumnya tidak akan berhenti meski PTUN meminta segel ruko dibuka.

Pemkot harus menyadari sumber perekonomian kota ini ada di tangan pelaku bisnis sehingga bisa berlaku lebih ramah terhadap dunia usaha. Bukan justru menabuh genderang perang hanya agar perintahnya dipatuhi. Arogansi seperti ini harus dihilangkan karena bisa memukul balik langkah Pemkot menumbuhsuburkan investasi di daerah ini.

Pemerintah dan dunia usaha sejatinya harus bergandengan tangan membangun Kota Tapis Berseri. Dunia usaha butuh pemerintah yang mengatur hak dan kewajibannya saat mendulang pundi-pundi rupiah. Sebaliknya, pemerintah juga butuh dunia usaha karena tak cukup mengandalkan APBD untuk pembangunan segala bidang. Lagi pula tak dapat disangkal kalau pengusahalah yang berperan mengurangi kemiskinan dengan menyerap tenaga kerja.

Kita sepakat aturan harus ditegakkan. Gebrakan dengan alasan optimalisasi penarikan pendapatan asli daerah (PAD) juga penting. Namun, jauh dari kata bijaksana jika Pemkot tetap mengedepankan rasa egoisnya dan membiarkan pedagang tak bisa mencari uang.

Masih banyak cara lain yang lebih elegan untuk menarik PAD sebanyak-banyaknya. Babat habis pungutan liar dalam setiap proses pengurusan perizinan atau administrasi kependudukan. Maksimalkan penarikan pajak dan retribusi tanpa harus menimbulkan persoalan baru.

Dalam kasus ini, biarlah PTUN yang nanti memutuskan bagaimana kewajiban pengusaha dan Pemkot. Apakah pengusaha tetap harus membayar hak guna bangunan (HGB) atau justru Pemkot yang tak berhak menarik retribusi HGB lantaran tanah yang bersangkutan telah menjadi hak milik para pedagang.

Sebelum keputusan dikeluarkan, Pemkot harus mematuhi perintah PTUN untuk membuka segel pada 30 ruko di Pasar Tengah sehingga pengusaha bisa memulai kembali usahanya.
Hentikan upaya saling menjelekkan antara Pemkot dan pengusaha. Ketidakrukunan Pemkot dan dunia usaha bisa memunculkan gambaran bahwa Bandar Lampung bukan kota yang ramah investasi.

Tak perlu arogan untuk menegakkan aturan. Yang terpenting justru menjadi bijaksana agar tercipta keharmonisan dalam kehidupan dan pembangunan. n

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline