Lihat ke Halaman Asli

Spanyol Vs Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

perhelatan piala dunia menggema diseluruh penjuru dunia, berbagai macam spekulasi bermunculan tentang calon juara, kekuatan tim, tradisi suatu tim, sampai komentar yang mendukung dan mengucilkan suatu tim karena penampilan perdana yang kurang bagus-pun berseliweran. Spanyol Vs Swiss adalah pertandingan terakhir fase group putaran pertama yang meninggalkan berbagai pertanyaan. Mulai dari kans Spanyol menjadi juara baru, sampai kepada pesimistis pendukung akan kemampuan Spanyol yang performanya jauh dari yang diharapkan.

Berbicara tentang Spanyol, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya ingin sekedar "mengasosiasikan" mereka dengan kondisi negeri kita. Tim spanyol yang memiliki materi pemain dengan kualitas mumpuni disemua lini (setidaknya begitu menurut komentator) secara mengejutkan ditaklukkan oleh tim non-unggulan swiss.

begitu juga dengan negara kita, yang memiliki begitu banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu (sampai kepada ilmu tentang "ramalan"), tidak mampu membawa negeri yang kaya ini memjadi makmur.

Tim Spanyol menurut teman saya (pendukung Brasil) memang memiliki pemain-pemain hebat namun mereka tidak memiliki karakter sebagai tim mental juara.

Indonesia memang memiliki banyak sekali pakar, namun karakter individu-nya, tidak mencerminkan sebagai negara yang pernah mengalami masa kejayaan (majapahit). Spanyol memang belum pernah juara dunia, namun Indonesia pernah menjadi negara yang memiliki sejumlah keberhasilan; mulai dari arsitektur "borobudur & prambanan" sampai keberhasilan mengusir penjajah dengan hanya bermodalkan tombak & bambu runcing.

Apa yang hilang sekarang ?

menurut Winarno Surakhmad, dalam sebuah wawancara di salah satu TV swasta ketika DIKNAS mencanangkan jumlah mata pelajaran menjadi 6, pernyataan beliau " negara ini telah kehilangan landasan filosofis pendidikannya".

menarik sekali pernyataan seorang Winarno, jika kita memulai dari diskursus pendidikan akan maju-mundurnya suatu bangsa. pendidikan kita sudah mulai kehilangan ruhnya. sehingga seorang Eko Prasetyo dalam "Orang miskin dilarang sekolah" menyatakan bahwa pendidikan kita telah meluluskan preman-preman baru, pengangguran baru.

pendidikan tidak lagi mencerminkan karakter bangsa kita sehingga lulusannya adalah "robot" yang tidak berperikemanusiaan. karakter bangsa yang ditunjukkan oleh para pejuang dan founding father's negeri ini seolah terhapus oleh debu yang dihempas oleh angin globalisasi dan tekhnologi.

berbagai macam kasus seksual dan pornografi yang belakangan marak diberbagai media, seolah menelanjangi dan menguliti nurani kita sebagai bangsa dengan berbagai adat-istiadat yang masih bisa kita jumpai keasliannya di-era sekarang ini (jika kita ke daerah-daerah ppedalaman). berbagai macam penelitian yang berfokus pada pengembangan iptek-pun tak pernah lagi menyoroti karakter dan nilai kegunaan suatu ilmu.

kita seakan-akan semakin terlena dengan prestasi-prestasi individu putra-putri negeri ini dan juga semakin menunjukkan betapa bejatnya perilaku putera-puteri negeri ini yang berjalan secara bersamaan. disatu sisi kita mendambakan kemakmuran dan kemajuan negeri ini, disisi lain kita juga ramai-ramai mendukung dan memproklamirkan sexualiti dan porno aksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline