Lihat ke Halaman Asli

Membaca kondisi "kita"

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

kenapa banyak orang yang sukses adalah mereka yang pernah mengalami "musibah" ?

Dalam bahasa psikologi di sebut "resiliensi", atau diartikan dengan kemampuan bangkit kembali setelah mengalami "musibah". Namun juga tidak sedikit dari kita ternyata tidak mampu bangkit dari "musibah" tersebut bahkan lebih terpuruk dari sebelumnya. Menarik untuk mencoba mengorek sedikit dari istilah "resiliensi" ini dalam konteks individu dan relasi sosial bangsa indonesia.

Dalam konteks individu, mereka yang relisien ternyata lebih mampu mengelola hidupnya setelah mengalami musibah. Titik tolak dari kondisi ini ternyata membawa kita kepada pemahaman akan adanya suatu sikap pantang menyerah "bounce back" meskipun pernah jatuh. Mengapa demikian ?. Hal ini ternyata berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi dan memahami kondisi real secara holistik. Pribadi yang seperti ini akan selalu optimis dalam menghadapi hidup meskipun mengalami tekanan fisik dan psikis.

Relasi sosial (social relationship) yang dalam istilah lain adalah "social intelligence" memampukan kita memahami setiap perubahan dalam konteks masyarakat. Relasi sosial juga memampukan individu untuk berusaha menyenangkan rekan sejawat dan berusaha memberikan pemahaman kepada teman akan pentingnya relasi sosial. Pada tingkat dimana individu harus memutuskan untuk melakukan "break relation", dengan orang lain, seketika itu juga dia mengalami alienasi terhadap siklus sosial.

Bangsa Indonesi dengan penduduk lebih dari 200 jt jiwa,memiliki berbagai bentuk relationship, baik secara individu maupun komunial. pada beberapa tahun terakhir ini berbagai bentuk musibah datang silih berganti dan pada daerah yang memiliki interrelationship yang kuat. Namun menyimak laporan, berita, bahkan kajian ilmiah sampai seminar, sangat sedikit dari mereka yang mampu bangkit dari kondisi tersebut. Kondisi ini menjadi begitu ambigu dengan kenyataan keseharian masyarakat kita. Mengapa? karena kemampuan mengelola emosi dan hubungan interpersonal tadi tadi tidak mampu membentuk watak tangguh "bounce back" masyarakat korban "musibah" menjadi patriot minimal untuk dirinya sendiri.

penting untuk mengajukan satu pertanyaan sederhana, apakah "resiliensi" belum ada dalam kajian indeginous ataukah kesadaran akan "bounce back" bukan suatu usaha melainkan pemberian dari TUHAN ?. Apapun itu namanya, kita berharap semoga kedaran akan budaya "gotong-royong, bekerja keras" tidak hanya pada saat kita sehat dan senang, walaupun dalam situasi "tertentu" sistem begitu menekan kreativitas anak bangsa dan masyarakat Indonesia. Semoga !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline