Sampai Senin (13/5) malam, para personil Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga masih melakukan perbaikan rumah yang ditempati kakak beradik Tarmidi (72) dan Suharto (52) warga Dusun Ngerangan RT 2 RW 5, Desa Jembrak, Kecamatan Pabelan, kabupaten Semarang. Kenapa kediaman dua penyandang tuna netra serta tuna wicara itu perlu dilembur ? Berikut catatannya.
Berawal dari adanya informasi yang menyebut bahwa di Dusun Ngerangan, terdapat duet kakak beradik yang mengalami hidup sarat penderitaan. Karena Bambang Setyawan (biasa disapa Bamset) selaku penanggungjawab Relintas Kota Salatiga, merasa perlu untuk menelusurinya. Akhirnya, keberadaan Tarmidi kerap dipanggil Kentar, serta Suharto alias Kento disiginya.
Tak sulit untuk menemukan alamat Kentar dan Kento, kakak beradik tersebut menempati bangunan berukuran sekitar 3 X 6 meter yang dibagi dua kamar. Bangunan berbahan batako tanpa plester, lantainya masih berupa tanah liat. Sementara di sebelahnya terdapat bangunan lebih besar yang ditinggali Suliah (57) yang merupakan saudara kandung mereka.
Yang membuat Bamset trenyuh, ketika ditemui, Kentar dan Kento tengah berada di satu kamar, duduk berdua di atas ranjang kayu. Entah apa yang mereka perbincangkan, wong sama- sama tuna wicara serta tuna netra. Mungkin komunikasinya melalui hati masing- masing. "Kalau tidak mencari rumput, keduanya ya di rumah saja," kata Suliah yang seorang janda.
Menurut Suliah, mereka bertiga adalah kakak beradik. Di mana, paska orang tuanya meninggal dunia beberapa puluh tahun silam, kebutuhan Kentar mau pun Kento ditanggungnya. Almarhum suaminya yang bekerja menjadi petani, relatif mampu mencukupi kebutuhan makan keseharian. "Setelah suami saya meninggal, ya saya agak kerepotan mencari nafkah," ungkapnya.
Hingga setahun lalu, saat rumah yang ditempati sudah tidak layak huni, Suliah nekad menjual sawah peninggalan orang tuanya seharga Rp 40 juta. Hasil penjualan sawah, dipergunakan untuk memperbaiki rumah yang baru selesai sekitar 70 persen. "Yang penting bisa untuk berteduh dulu, soal tembok belum mampu diplester, besok kalau ada rejeki ya menyusul," jelas Suliah.
Memanusiakan Manusia
Sembari berbincang, Bamset memasuki kamar Kentar, aromanya sedap pol. Maklum, Kentar mau pun Kento, kalau malam hari kebelet buang air kecil, malas keluar ruangan. Untuk praktisnya, air di kandung kemih dibuangnya di pojokan. "Caranya memberi tahu mereka saya bingung, jadi sementara saya biarkan begitu," kata Suliah mencari pembenaran diri.
Bamset sendiri merasa kebingungan, rencana melakukan wawancara terhadap Kentar dan Kento dibatalkan. Hanya yang menjadi pertimbangannya, dua lelaki buta huruf nan malang tersebut harus dibantu sepenuhnya,mengingat keduanya tak tersentuh bantuan pemerintah. "Saya segera meminta relawan untuk mengirim sembako secara rutin, minimal dua minggu sekali agar kebutuhan makan mereka tercukupi," jelas Bamset.
Bersama puluhan relawan dari Relintas, kamar Kentar dan Kento langsung dibersihkan. Kasur buluk yang kondisinya basah akibat terkena air hujan karena gentingnya pada bocor, langsung dibuang. "Dengan dukungan teman- teman donatur, kami kirimkan kasur busa pengganti berikut bantalnya. Mereka kan berhak juga menikmati empuknya kasur busa," ujar Bamset.
Bagian atas kamar Kentar mau pun Kento yang ada lobang menganga selebar 1 meteran ikut mendapat sentuhan tangan relawan. Agar di malam hari, angin tidak leluasa menerobos masuk, akhirnya ditutup kalsibot. Begitu pun genting- genting yang pecah, segera diganti supaya ruangan dalam tetap kering ketika hujan mengguyur.