Melalui berbagai pertimbangan, rumah milik Parli (65) warga Pamot RT 03 RW 01, Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga yang terpaksa harus merawat dua cucu balitanya, dipastikan akan dibedah oleh Relawan Lintas Komunitas (Relintas) serta warga setempat.
Kepastian bedah rumah ini, diungkapkan Bambang Setyawan selaku penanggungjawab Relintas , Selasa (6/11) siang. Di mana, salah satu pertimbangan untuk memperbaiki rumah buruh bangunan itu, terkait erat dengan keberadaan dua cucunya, Adil Saputra usia 16 bulan dan Muhamad Syafii 3 bulan. " Anak- anak tersebut butuh rumah yang agak nyaman," kata Bambang Setyawan yang biasa disapa Bamset.
Seperti diketahui, Adil dan Syafii 3 bulan , merupakan anak pasangan Agus Supriyanto (23)- Tika (22). Sang ayah, meninggalkan keduanya tanpa kabar, sedangkan ibunya mengalami gangguan jiwa paska melahirkan Syafii (Pospartum depression). Akibatnya, karena tak ada yang merawat, dua balita itu akhirnya dirawat Sutiyem (53) istri Parli. Celakanya, Parli yang hanya buruh bangunan sering kepontal- pontal menyediakan kebutuhan susu bagi cucunya.
Tentunya hal itu bisa dimaklumi, Parli yang bekerja sebagai buruh bangunan di Kota Semarang, hanya menerima bayaran Rp 100.000/ sehari. Setelah dipotong uang transport dan makan sehari 3 kali, paling banter uang yang tersisa tinggal Rp 50.000. Padahal, harga susu bubuk isi 400 gram untuk persediaan 4 hari mencapai Rp 38.000. " Kakeknya seminggu hanya memberi Rp 200.000, baik untuk makan mau pun beli susu," kata Sutiyem , saat ditemui Bamset.
Menurut Bamset, paska kunjungan para relawan Relintas di rumah Parli, dirinya segera membuat postingan di media sosial. Hasilnya, respon masyarakat sangat antusias dalam membantu persoalan yang membelit pasangan Parli dan Sutiyem. Donasi susu bubuk, bubur instan hingga sembako terus mengalir ke rumah sederhana tersebut. Bahkan, ia memperkirakan stock logistik aman sampai 6 bulan ke depan.
Setelah stock pangan dipastikan aman, lanjut Bamset, pihaknya merasa perlu memikirkan agar rumah yang dihuni menjadi layak huni. Pasalnya, rumah berukuran 6 X 8 meter yang merupakan harta warisan orang tua Parli, di mana bangunan berbahan papan, anyaman bambu dan triplek itu, didominasi kelapukan parah akibat digerus jaman.
Rumah Parli memang terlalu sederhana, tanpa kamar, tak ada meja kursi seperti galibnya rumah orang kebanyakan dan bila hujan, mengalami kebocoran sana sini. Adil serta Syafii, oleh neneknya biasa tidur di kasur yang tergeletak di lantai. " Alhamdulillah, dalam minggu ini ada donasi ranjang kayu dari hamba Allah," jelas Bamset.
Kenapa harus Relintas yang membedahnya ? Bukankah pemerintah memiliki anggaran untuk para duafa yang menempati Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) ? Penyebabnya, Parli belum mengantongi e KTP dan KK Kota Salatiga, ditambah lahan tersebut merupakan milik keluarga atau belum sepenuhnya menjadi miliki Parli. Otomatis, bantuan pemerintah tak mungkin menjangkaunya.
Libatkan Warga
Relintas sendiri, selama ini berulangkali melakukan aksi bedah rumah bagi duafa di Kota Salatiga mau pun Kabupaten Semarang. Di mana, kendati rumah yang dibedah hasilnya tidaklah mewah seperti di acara reality show stasiun TV, namun untuk ukuran duafa lumayan hangat serta. " Karena mayoritas rumah duafa yang kita bedah berukuran 4 X 6 meter, maka penghuninya merasa nyaman," ungkap Bamset.
Sedangkan rumah Parli yang berukuran 6 X 8 meter, menurut Bamset, memang menjadi pertimbangan tersendiri. Karena dengan ukuran seperti itu, otomatis berimplikasi pada naiknya anggaran material. Terkait hal tersebut, Relintas tidak membedahnya secara total. Berdasarkan perhitungan tim bedah rumah, nantinya bagian atap tak diganti, fokus perbaikan hanya pembuatan dapur, teras, kamar dan melapisi dinding.