Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Rumah Sederhana untuk Nenek Dhuafa

Diperbarui: 8 Agustus 2018   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begini kondisi rumah mbah waliyah sebelum dibedah (foto: dok pri)

Berpuluh tahun tinggal di rumah yang nyaris ambruk, akhirnya, terhitung mulai Rabu (8/8), Waliyah (87) warga Dusun Karang Salam RT 1 RW 1, Desa Segiri, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang mampu menikmati rumah layak huni. Semua itu, berkat kerja keras para Relawan Lintas Komunitas (Relintas). Seperti apa kiprah mereka dalam menebar energi baikfnya, berikut catatannya.

Akhir bulan Maret lalu, Waliyah yang biasa disapa mbah Waliyah, dideteksi keberadaannya oleh relawan Relintas. Kondisinya sangat mengenaskan, di mana rumah yang ditempatinya berukuran 3 x 6 meter, berbahan papan lapuk, sementara atapnya nyaris ambruk karena usuk-usuknya dimakan rayap. Ironisnya, beliau hidup tanpa penerangan dan air.

Karena mengaku perutnya belum terisi nasi, maka nasi bungkus yang dibawa relawan segera diberikan. Ngenes, itulah kata yang tepat. Sebab, usai menyantap nasi, ternyata di rumahnya tak ditemukan setetes pun air minum. Di sinilah yang membuat para relawan merasa terharu, hingga akhirnya keberadaan mbah Waliyah segera dikoordinasikan ke pamong desa dan warga setempat.

Hasil koordinasi, rumah mbah Waliyah dipasang aliran listrik yang menyalur dari tetangga terdekat. Begitu pun dengan air, jaringan pipa pralon langsung tersedia.

Kendati begitu, Relintas tetap akan membedah rumah yang mirip gubuk tersebut. Sayang, syahwat memperbaiki tempat tinggal sang nenek harus ditahan dulu. Pasalnya, pihak pemerintah desa sudah mengajukan program bedah rumah ke pemerintah kabupaten Semarang, konon pengajuan lewat salah satu anggota dewan.

Rumah mbah Waliyah dibangun ulang dari nol (foto: dok pri)

Sembari menunggu realisasi program bedah rumah yang menggunakan dana pemerintah, selanjutnya kehidupan mbah Waliyah dirawat oleh relawan.

Kebutuhan makan hingga memandikannya dikerjakan relawan, saban pagi relawan yang rumahnya satu desa, mengirim nasi berikut lauknya. Usai membersihkan tubuh sang nenek, relawan tersebut baru berangkat kerja.

Empat bulan berlalu, ternyata rumah mbah Waliyah semakin parah. Banyak usuk yang patah sehingga menyebabkan gentingnya berguguran.

Sebaliknya, program bedah rumah yang ditunggu tak kunjung ada kabarnya. Karena tidak mungkin diabaikan, akhirnya awal bulan Agustus, Relintas memutuskan membedahnya. " Bila dibiarkan, setiap saat rumah ini bisa ambruk," kata Bambang Setyawan selaku penanggung jawab Relintas.

Berdasarkan hitungan, bedah rumah meliputi penggantian usuk secara keseluruhan, dinding diganti kalsiboard dan pengecatan ulang. Perihal pendanaan, tidak menemui kendala. Sebab, menurut Bambang, banyak donatur yang secara suka rela bakal membantu. "Kisaran dana yang dibutuhkan maksimal Rp 4.000.000, berdasarkan pengalaman, itu bukan hal yang sulit," jelasnya.

Pimpro bedah rumah sempat pusing kepala (foto: dok pri)

Bongkar Total
Terkait hal tersebut, Bambang yang biasa disapa Bamset segera menemui Ketua RT setempat untuk berkoordinasi.

Hasilnya, ada kesepakatan bahwa warga akan ikut membantu bergotong royong memperbaiki rumah mbah Waliyah. Ada pun waktu yang disepakati, seluruh pekerjaan dimulai hari Minggu (5/8) pagi. Sebelum relawan tiba di lokasi, maka warga memulainya dengan mengangkut material serta membongkar usuk.

Pengangkutan material memang menguras tenaga, maklum, jalan menuju rumah mbah Waliyah merupakan jalan setapak yang tidak bisa dilewati kendaraan roda empat. Jarak terdekat dengan lokasi penurunan material sekitar 100 meter, tentunya dibutuhkan stamina yang prima guna melangsir material.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline