Museum R. Hamong Wardoyo yang diharapkan akan menjadi salah satu ikon di Kabupaten Boyolali,ternyata belum mampu mengundang para peminat sejarah untuk mengunjunginya. Padahal, tempat menyimpan beragam benda sisa peradaban masa lalu itu, sebenarnya sangat keren. Seperti apa gambarannya, berikut catatannya di lapangan.
Sudah sejak lama saya ingin mengunjungi museum yang dibangun di atas lahan milik Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jalan Raya Boyolali- Surakarta ini. Kendati hanya berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Salatiga, namun, rencana itu selalu tertunda. Hingga akhirnya, setelah menuntaskan acara di Klaten, keinginan tersebut terealisasi.
Di museum yang dibangun mulai tahun 2014 ini, sebenarnya terletak di lokasi yang strategis, kendati begitu, sepertinya kurang mengundang minat wisatawan untuk mengunjunginya. Terbukti, saat kami memasuki areal museum, hanya terdapat dua orang pengunjung. Sedangkan di buku tamu, kunjungan tercatata di kisaran angka 10- 15 orang. Duh ! Sepertinya generasi sekarang enggan belajar tentang sejarah.
Terdapat ruang utama berbentuk segi enam yang terhubung tangga menuju lantai II. Ada kereta kencana yang konon dulunya hanya boleh dipergunakan para Raja, meriam kuno, deretan foto mantan bupati Boyolali serta berbagai arca yang kondisinya sudah tak utuh lagi. Diduga, arca- arca itu sebelum disimpan di museum sempat terlantar di lokasi penemuannya.
Di ruangan yang sama, terlihat patung harimau Sumatera yang kemungkinan besar kulitnya diambil dari binatang aslinya. Sementara di atas meja terdapat koleksi uang koin kuno yang jumlahnya mencapai puluhan, dan beberapa miniatur yang menggambarkan perjalanan Kabupaten Boyolali bisa disimak di sini.
Sedangkan di lantai II, yang luasnya sekitar 10 meter X 30 meter, masih kosong melompong. Ruangan ini nantinya memang akan dimanfaatkan menjadi tempat pameran beragam event. Hal ini, tentunya bisa dimaklumi bila belum terisi benda- benda peninggalan masa lalu.
Sementara di ruang sayap, terlihat puluhan orang tengah memainkan alat musik tradisional gamelan. Sehingga, ketika kita berada di dalam museum, maka telinga kita bakal dimanjakan oleh suara klenengan khas Jawa. Semakin lama dinikmati, mata kita kita bakal terkantuk- kantuk.
Replika Museum Louvre
Museum R. Hamong Wardoyo yang dari bagian luar terlihat seperti replika museum Louvre di Paris, Perancis ini, memiliki atap mirip piramida yang dibuat menggunakan material kaca tebal tembus pandang, sementara di bagian bawah, sekelilingnya dibalut rumput nan apik. Perpaduan cat tembok warna putih dengan sinar matahari yang mampu menembus bagian dalam, membuat suasana makin cerah.
Sayangnya, kendati terkesan berarsitektur mewah, namun banyak ruang kosong akibat terlalu minimnya koleksi benda purbakala yang tersimpan di dalamnya. Di mana, beberapa dokumentasi foto (hasil repro) yang sebenarnya kurang layak dipajang, terlihat menempel di dinding . Begitu pun dengan beragam kerajinan berbahan baku kuningan, sepertinya sengaja dipajang sebagai pelengkap karena bukan termasuk katagori benda kuno.
Berada di lokasi yang representatif, harusnya museum R. Hamong Wardoyo mampu menjaring pecinta sejarah untuk mengunjunginya. Tetapi, mungkin akibat kurangnya koleksi, jumlah kunjungan relatif minim. Ada dugaan, pihak pengelola kurang melakukan sosialisasi. Pasalnya, beberapa warga Kabupaten Boyolali yang ditanya tentang keberadaan museum ini banyak yang mengaku belum mengetahuinya.