Julisa Lestari, gadis lajang yang menjadi relawan kemanusiaan di komunitas Lentera Kasih Untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga kerap mencuri perhatian. Bagaimana tidak ? Di tengah kesibukan hariannya, ia tak pernah ketinggalan ikut menyambangi para dhuafa. Seperti apa kiprahnya, berikut catatannya.
Gadis berparas jelita ini, tinggal di Jalan Pereng Rejo RT 07 RW 03, Gendongan, Tingkir, Kota Salatiga. Seperti galibnya anak muda lainnya, ia suka nongkrong berlama- lama di kafe. Hanya yang membedakan, dirinya kuat seharian penuh mengikuti kegiatan sosial di Lentera seperti berbagi nasi bungkus, berbagi sembako hingga bedah rumah di berbagai pelosok Kabupaten Semarang maupun Kota Salatiga.
Julisa yang kerap disapa dengan panggilan Lisa, hampir 6 bulan belakangan ini bergabung ke Lensa sebagai relawan sekaligus pengurus. Konsekuensinya, ia selalu hadir saat Lensa menggelar bhakti sosial yang berlangsung seminggu dua kali. " Yang penting, kita mampu menikmatinya. Sehingga, kosa kata lelah dalam berbagi raib dengan sendirinya," ungkapnya.
Seperti relawan Lensa lainnya, hidung Lisa juga sudah kebal dengan bau pipis, pup mau pun bau spesifik lainnya khas dhuafa yang terlantar. Hal itu dibuktikannya ketika mengunjungi Sukinah (68) warga Dusun Tambak Selo RT 5 RW 2, Desa Pasekan, Ambarawa, Kabupaten Semarang. Nenek uzur tersebut mengalami kelumpuhan, buta serta kesulitan berkomunikasi. Celakanya, ia hanya dirawat oleh sang suami bernama Kaembi (70) yang menderita infeksi saluran kencing.
Tinggal di kamar tidur berukuran 2,5 kali 3 meter, otomatis bau spesifik, perpaduan pesing, apek hingga minyak gosok berkolaborasi menusuk hidung. Terlebih lagi, berbagai barang terlihat memenuhi tempat sempit itu. Lisa yang berkunjung bersama relawan Lensa lainnya, tanpa ragu memeluk, mencium serta menyuapi nenek Sukinah. Semua dilakukannya dengan penuh kasih.
Melihat kondisi pasangan suami istri ini, mata Lisa langsung berkaca- kaca. Ia ta tega menyaksikan nestapa yang menimpa Kaembi dan Sukinah, ingatannya langsung melayang pada sosok neneknya. "Setiap bertemu dengan orang tua yang terlantar, saya selalu teringat nenek saya yang nasibnya lebih beruntung dibanding mereka," jelasnya.
Untungnya, pasca tayang di Kompasiana, Kaembi mau pun istrinya langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Umum (RSU) Ambarawa untuk memperoleh perawatan medis. Hal itu, tentunya sangat melagakan para relawan Lensa mau pun Lisa sendiri. Sebab, bila tak segera mendapat sentuhan medis, sulit dibayangkan apa yang bakal terjadi pada pasutri ini.
Pantang Menyerah
Saat mengunjungi nenek Tayem (80) warga Dusun Gejugan RT 24 RW 05, Cukilan, Suruh, Kabupaten Semarang yang saban hari makan nasi ditemani lauk berupa bubuk kacang tanah, Lisa yang tak kuasa menahan harunya, langsung memeluk dan menciumi janda sepuh tersebut. " Saya terharu, saat orang lain dimanjakan dengan beragam lauk. Mbah Tayem bertahun-tahun hanya memiliki satu pilihan lauk," jelasnya.
Tayem sendiri tinggal di rumah kecil berukuran sekitar 3 X 6 meter, terletak cukup jauh dari para tetangganya. Bangunan yang dibuat menggunakan material papan dan anyaman bambu tersebut, sudah terlihat lapuk. Sana sini banyak lubang, sehingga tanpa menggunakan pendingin udara pun, di dalam ruangan terasa sejuk. Pasalnya, angin leluasa menerobos masuk.
Melihat kondisi rumah Tayem yang reyot tersebut, para relawan Lensa bersama warga setempat langsung mengambil inisiatif untuk membedahnya. Jumat (23/2) siang, rumah yang tak layak huni itu telah mulai dibongkar. Lisa yang usai mengikuti Jumat Berkah, yakni kegiatan berbagi ratusan nasi bungkus untuk dhuafa, ternyata juga enggan ketinggalan. Dirinya ikut bergotong royong tanpa takut jari- jarinya lecet.
Berulangkali Lisa dipergoki bersama relawan Lensa lainnya mengendarai sepeda motor menembus gerimis hanya untuk membagikan sembako ke pelosok pedesaan. Mengenakan jas hujan, sepertinya ia tak khawatir bedaknya bakal luntur. Gadis ini sungguh sangat menikmati apa yang dikerjakannya, seakan, bertemu dhuafa adalah satu hal yang membuatnya bahagia.