Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

30 Menit dalam Keriuhan Kompasianival 2017

Diperbarui: 30 Oktober 2017   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para jawara Kompasianival 2017 (foto: dok pri)

Kendati Kompasianival  saban tahun dihelat oleh para punggawa Kompasiana, namun, saya baru pertama kalinya bisa menikmati keriuhan  ajang kopi darat terbesar di Republik ini ketika digelar di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan. Celakanya, kehadiran saya tak lebih dari 30 menit karena harus mengikuti acara lainnya yang jauh hari telah teragendakan.

Jauh sebelum Kompasianival 2017 digelar, beberapa rekan Kompasianer menanyakan apakah saya akan hadir atau tidak. Salah satunya adalah dr Posma Siahaan yang konon akan ngobrol banyak tentang berbagai hal, terkait hal tersebut, beliau bakal membawakan oleh- oleh seporsi empek- empek Palembang. Meski begitu, bukan berarti saya bisa memastikan diri datang ke pesta para bloger. Pasalnya, banyak faktor  yang menjadi pertimbangan.

Kebetulan di Kompasianival 2017, nama saya termasuk nominator  Best in Citizen Journalism yang memang kurang saya kehendaki. Di mana, menjelang pemilihan para nominator, saya sengaja menghilang tiga minggu, tujuannya agar rekan- rekan mengabaikan nama Bambang Setyawan. Sayang, hingga nama nominator mengerucut jadi lima orang, nama saya tetap tercantum. Sehingga menjelang voting, lagi- lagi saya menghilang hampir 10 hari. Bahkan, beberapa sahabat yang tahun lalu sempat menulis tentang diri saya, saya himbau agar tak mengupasnya.

Hingga Sabtu (21/10), sekitar pk 14.00, saya memastikan nama saya tak bakal naik panggung. Untuk itu, saya segera memesan tiket pesawat melalui jalur penerbangan Semarang- Bandara Soekarno- Hatta. Kebetulan, mendapat jadual terbang ideal, yakni pk 16.35. Tanpa menunggu lebih lama, seorang rekan yang dulunya pernah menjabat sebagai Redaktur Eksekutif majalah ekonomi di Jakarta langsung saya kontak, saya memintanya untuk menjemput ke Bandara pk 17.40.

Ratusan kompasianer di lokasi Kompasianival (foto: dok pri)

Setelah menunggu sebentar di Bandara Soekarno- Hatta, pk 18.00 jemputan tiba, tujuan pertama adalah Cilitan untuk bertemu dengan kerabat yang sudah 3 tahun tak bertemu. Satu setengah  jam kemudian, kami berangkat menuju Lippo Kemang Mall, sungguh celaka, jalanan Jakarta tidak ramah. Kemacetan  terjadi di semua sudut, akibatnya baru pk 21.00 kendaraan bisa memasuki halaman Lippo Kemang Mall. Tanpa menunggu lebih lama, saya langsung nimbrung dengan ratusan Kompasianer.

Begitu memasuki lokasi Kompasianival 2017, puncak acara yakni pembagian 7 penghargaan  Best in Citizen Journalism, Best in Fiction, Best in Opinion, Best in Specific Interest, Lifetime Achievement, People's Choice, dan Kompasianer of the Year sudah usai. Para jawara telah berjajar untuk pengambilan gambar, sempat menyalami jagoan- jagoan Kompasiana (meski ada beberapa yang tak mengenali saya, termasuk mas Yon Bayu), akhirnya saya duduk dibarisan depan.

Best in Citizen Journalism  dan People's Choice

Usai pembagian award terhadap tujuh jagoan, panggung dihentak oleh penampilan Kunto Aji yang menyuguhkan beberapa lagu. Di sini, rekan Kompasianer yang pertama mengenali kehadiran saya adalah mas Edy Priyatna, berikutnya ia memberitahu mbak Tamita Wibisono, mbak Marla La'sappe Thalib dan lain- lain. Sempat mengambil foto bersama beberapa kali, hingga akhirnya saya bertemu dr Posma yang tengah asyik mengabadikan Kunto Aji.

"Saya cari dari pagi, saya tanya semua orang ga ada yang tahu. Tadi saya bawakan empek- empek pesanan, tapi karena dipikir tak datang trus diabisin teman- teman," kata dr Posma seakan menyesali kehadiran saya di ujung acara.

Orang nomor satu di kompasiana terbengong (foto: dok pri)

Lepas dari perbincangan dengan dr Posma , saya sempat mendengarkan dua lagu yang dibawakan oleh Kunto Aji. Di sini, saya memergoki orang nomor satu di Kompasiana, yakni bang Iskandar Zulkarnaen terlihat bengong menonton Kunto Aji. Bibirnya terbuka, salah satu jarinya menempel di gigi mirip orang udik nonton bioskop layar tancap. Belakangan, ia tertawa ketika Selasa (24/10) saya kirimi potret dirinya.

Dalam Kompasianival 2017, ada yang menarik saat mbak Lilik  Fatimah Azzahra menerima dua penghargaan berupa Best in Fiction dan People's  Choice.Hal ini sangat mirip dengan yang terjadi pada diri saya di Kompasianival 2016 lalu yang berlangsung di Smesco. Kebetulan, saya mendapat  jatah Best in Citizen Journalism  serta  People's Choice. Perbedaannya, saya tak hadir ketika berlangsung penyerahan dua award, saat itu saya diwakili oleh rekan Boris  Toka Pelawi. Hingga sekarang, dua piala tersebut belum saya ketahui keberadaannya. Entahlah, mungkin raib ditelan bumi.

Pada hari H Kompasianival 2016 lalu, terselip cerita lucu. Di mana, bang  Kevin Kevinalegion berulangkali melakukan konfirmasi tentang kehadiran saya. Beberapa kali ia telepon, hingga akhirnya saya menjawab bahwa saya tak bakal hadir. Untuk itu, hal- hal terkait saya (penghargaan) sebaiknya digugurkan saja. Sayang, permintaan saya diabaikan hingga Boris ditunjuk mewakili saya untuk naik ke panggung kehormatan.

Hanya sempat sekali foto di lokasi (foto: dok pri)

Kembali pada hajatan Kompasianival 2017, hampir 30 menit saya berada di lokasi. Hingga pk 21.30, hand phone berulangkali bordering. Ternyata datang dari Depok,sebelumnya kami sudah janjian untuk bertemu. Ia adalah seorang ibu muda berwajah rupawan, dirinya merupakan putri jawara Salatiga yang di tahun 1983 menjadi korban pemunuhan misterius (Petrus). Perempuan dengan tinggi 170 cm itu, mengetahui ayah kandungnya merupakan korban eksekusi tanpa peradilan usai membaca artikel Petrus di awal tahun 2017.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline