Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Warga Desa ini Saban Hari Berjudi dengan Maut

Diperbarui: 17 Oktober 2017   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga melintas di jembatan antik (foto: dok Hendrik)

Ratusan warga Desa Rumahtita, Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, puluhan tahun harus dipaksa berjudi dengan maut. Untuk menuju ibu kota kecamatan, mereka harus melalui jembatan berupa batang kayu yang dipasang melintang di atas sungai.

Kabar keberadaan ratusan warga Desa Rumahtita yang setiap akan menuju ibu kota kecamatan dipaksa berjudi dengan maut ini, awalnya dibawa oleh Pdt Izak Lattu Ph.D yang merupakan dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Kota Salatiga. Menurutnya, saat Republik ini usai memperingati hari jadinya yang ke 72, pemandangan seperti itu sangat memperihatinkan. " Kalau mau tahu kondisi detailnya, coba kontak dengan keponakan saya yang bernama Hendrik Lattu, kebetulan dia tinggal di Kabupaten SBB," kata Izak.

Anak- anak desa Rumahtita tengah melintasi jembatan (foto: dok Hendrik)

Ternyata, untuk mengontak Hendrik, tak semudah membalik tangan. Pasalnya, sinyal di SBB kadang muncul kadang hilang. Bahkan, konon lebih banyak raibnya. Hingga, Selasa (17/10) siang, laki- laki yang sangat peduli dengan kampung halamannya tersebut mampu dihubungi lewat jaringan komunikasi seluler. " Memang apa yang disampaikan om Izak benar adanya, " ungkap Hendrik.

Jembatan yang dibuat dari batang kayu Nani sepanjang sekitar 10 meter, sejak 30 tahun lalu dijadikan jembatan darurat bagi warga desa Rumahtita, Rambatu dan Manusa saat menuju ibu kota kecamatan. Di mana, ketika musim kemarau, kedalaman air hanya berkisar 1 meteran. Namun, saat musim hujan tiba, air meluap hingga setinggi 3,5 meter serta siap melahap warga yang terpeleset.

Apa yang disebut sebagai jembatan penghubung itu, lanjut Hendrik, sebenarnya sangat tidak layak untuk lintasan. Sebab, selain lebar permukaan hanya sekitar 15 centimeter, juga tanpa dilengkapi tali pengaman apa pun. Akibatnya, bila usai diguyur hujan, kondisi jembatan kayu jadi licin dan setiap saat siap menelan korban. " Untuk warga Rambatu dan Manusa ada akses lain meski jalannya lumayan jauh," jelasnya.

Pelajar SD dan SMP berangkat sekolah sambil akrobat (foto : dok Hendrik)

Di jembatan yang sama, lanjut Hendrik, saban hari juga dimanfaatkan para pelajar SD dan SMP untuk menuju sekolahnya masing- masing. Kendati tanpa pendampingan orang dewasa, namun karena sudah terbiasa, mereka tetap melenggang. Hanya yang jadi persoalan, lagi- lagi saat musim penghujan tiba, pasalnya meleng sedikit alamat maut menanti. " Memang, sampai sekarang belum ada yang meninggal akibat terjun ke sungai. Tapi kalau yang terjatuh, jumlahnya tidak terhitung," ujarnya.

Tentunya, akan sangat bijak bila para pejabat baik tingkat kabupaten, provinsi hingga pusat, sekali tempo bertandang ke lokasi. Syukur- syukur, jelang hujan, mereka berani mencoba peruntungannya melewati jembatan baehula tersebut. Hitung- hitung uji nyali sekalian menikmati menjadi warga pelosok yang rindu fasilitas.

Demi pendidikan anak- anak harus berjudi dengan maut (foto: dok Hendrik)

Warga Sakit Harus Bersabar

Menurut Hendrik, persoalan paling krusial yang dialami masyarakat Rumahtita ketika ada warga yang sakit. Di mana, untuk berobat harus dibawa ke Inamosol. Celakanya, batang pohon Nani tak mungkin dilalui orang dalam posisi berjajar atau menggendong pasien. Di sinilah penderita penyakit apa pun perlu diuji kesabarannya. Terkadang, virus mau pun bakteri yang menyerang tubuh sengaja dibiarkan bosan sendiri.

Akibat terisolirnya ratusan warga Rumahtita, ungkap Hendrik, maka yang namanya Kartu Indonesia Sehat (KIS) mau pun BPJS bisa dikata tiada berguna. Sebab, kendati memegang kartu tersebut, namun bila kondisinya lumayan parah, maka tidak bakal mampu menyeberangi sungai guna berobat. " Semisal lewat Rambatu dan Manusa pun, selain harus menempuh perjalanan jauh, juga resikonya nyaris sama," jelasnya.

Begini yang sebut jalan di desa Rumahtita (foto: dok Hendrik)

Memang susah dibayangkan bila warga tengah didera penyakit serius dan butuh tindakan medis secepatnya. Karena, misal mau memaksakan kehendak, maka harus melalui jembatan pohon yang mempunyai tingkat resiko jatuh sangat tinggi. Sedangkan memelihara penyakit, sama halnya menunggu keajaiban atau menghitung hari level kekronisannya meningkat.

Akses di Desa Rumahtita menuju ibu kota kecamatan sendiri, lanjut Hendrik, sebenarnya hanya berupa jalan tanah liat selebar sekitar 2 meteran. Di mana, akibat jalan lama terkena longsoran, maka belakangan warga membuat jalan baru dengan cara mengepras (memangkas) bukit kecil (gundukan setinggi 5 meter), tentunya menggunakan peralatan manual.

Warga bergotong royong memangkas bukit kecil (foto: dok Hendrik)

Kembali ke jembatan nan eksotik, Hendrik mengaku tak habis pikir. Sebab, meski telah berlangsung 30 tahun, namun pihak pemerintah desa seperti abai terhadap hal ini. Begitu juga dengan jajaran pemerintahan kabupaten, seakan keberadaan jembatan yang sarat tantangan itu dianggap sesuatu yang lumrah adanya. " Apakah hanya karena jembatan saja pemerintah pusat yang harus turun tangan ? " ungkapnya geregetan.

Itulah kabar memperihatinkan dari salah satu desa pelosok di Kabupaten SBB, akibat faktor alam, mereka menjadi terabaikan keberadaannya. Apakah hal ini akan dibiarkan hingga berlarut ? Mereka kan juga anak kandung ibu pertiwi yang mempunyai hak- hak seperti galibnya putra bangsa lainnya ? Duh! Kiranya beleid tentang pembangunan infrastruktur yang digadang Presiden Joko Widodo nantinya mampu merambah wilayah ini. Sehingga, warga Rumahtita bisa menikmati fasilitas selayaknya warga negara lainnya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline