Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bangkrut Massal di Pasar Rejosari Kota Salatiga

Diperbarui: 16 Agustus 2017   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penampungan sementara pedagang Pasar Rejosari (foto: dok pri)

Rencana revitalisasi Pasar Rejosari Kota Salatiga yang akan dikerjakan oleh investor dengan dana mencapai Rp 59 miliar, sampai sekarang masih belum jelas juntrungnya. Dampaknya, ratusan pedagang sukses mengalami kebangkrutan karena di lokasi penampungan sementara, omzet penjualan turun drastis.

Bangkrut instan ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Rejosari (P3R) Kota Salatiga, Senin (14/8) sore. Sebelumnya, sekitar pk 09.00 dirinya bersama pengurus P3R lainnya sempat menemui pimpinan DPRD Kota Salatiga guna menyerahkan pengaduan tertulis. "Kami didampingi teman- teman dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Salatiga diterima pak Tedy Sulistyo selaku ketua dewan," jelasnya.

Tak sekadar diterima, para pengurus P3R Kota Salatiga juga diizinkan mengikuti rapat paripurna pembahasan penyampaian rancangan kebijakan umum anggaran dan proritas plafon anggaran sementara perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 yang juga diikuti Walikota Yulianto SE. Dalam kesempatan tersebut, surat pengaduan dibacakan secara terbuka oleh Tedy Sulistyo, sehingga seluruh peserta rapat mendengar secara langsung segala derita pedagang Pasar Rejosari. "Respon yang kami terima sangat bagus, meski mayoritas pedagang sudah bangkrut tak mampu lagi berdagang," jelas Rukimin.

Pedagang didampingi HMI bertemu dengan dewan (foto: dok Dody)

Ontran- ontran revitalisasi Pasar Rejosari sendiri, sebenarnya sudah berjalan bertahun- tahun. Di mana, di tahun 2012 lalu pihak pemerintah kota Salatiga berniat membangun pasar tersebut dengan menggandeng investor. Rencana pembangunan memang sangat indah, pasar akan dibuat menjadi sebuah pasar modern berlantai tiga yang menelan dana sekitar Rp 59 miliar.

Celakanya, untuk merealisasikan rencana indah tersebut, investor mematok harga yang mencekik leher. PT Patra Berkah Itqoni (PBI) selaku penyandang dana mewajibkan pedagang harus membayar kios Rp 13.000.000/meter dan Rp 9.000.000/meter untuk los. Spontan beleid itu membuat pedagang meradang, sehingga pengurus P3R  berulangkali melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kota Salatiga.

Belakangan, setelah muncul gejolak, harga tersebut direvisi menjadi Rp 6.000.000/meter/kios dan Rp 4.000.000/meter untuk los. Kendati begitu, pedagang masih tetap tak bakal mampu menebusnya. Sebab, hutang- hutang mereka telah menumpuk selama berada di penampungan sementara. Jangankan membayar kios/los, guna bertahan hidup saja sudah megap- megap.

Sayang, dari lima gugatan yang dilayangkan, tak ada satu pun yang dikabulkan. Kendati begitu, pengurus P3R tidak mengenal kosa kata menyerah, mereka terus melakukan perlawanan dengan  mengirim pengaduan ke Presiden Joko Widodo, Ketua DPR RI , Ombudsman RI hingga Gubernur Jawa Tengah. Hasilnya, semuanya diabaikan. "Faktanya kami-kami tetap direlokasi," kata Rukimin.

Hampir dua tahun lahan eks pasar Rejosari terlantar (foto: dok pri)

Jatuh Sakit dan Meninggal

Menurut Rukimin yang juga didampingi pengurus P3R lainnya, segala sepak terjang pedagang yang tergabung dalam paguyuban, mirip anak yatim piatu yang berjuang sendirian. Dari mayoritas pedagang, semuanya menginginkan agar revitalisasi menggunakan dana APBD atau APBN. Sebab, bila tetap ditangani investor, praktis 95 persen pedagang tak bakal mampu membayarnya.

Mengutip data yang dimilikinya, Rukimin mengatakan, sebelum ada rencana revitalisasi, jumlah pedagang mencapai 400 orang yang terbagi dalam kios mau pun los. Hingga paska kebakaran tahun 2008, angka tersebut mengalami penyusutan karena bangunan pasar tidak direnovasi. " Setelah ada kepastian revitalisasi, jumlah pedagang banyak yang bangkrut hingga sekarang tinggal 80 an orang," jelasnya.

Pukulan paling telak yang dirasakan pedagang, lanjut Rukimin, terjadi paska pengosongan kios mau pun los pada tanggal 1 September 2015. Di mana, seluruh areal pasar akan diratakan dan pedagang diperintahkan masuk ke lokasi penampungan sementara. Setelah pedagang pindah, secara berjamaah pedagang mengalami kebangkrutan karena sepinya pembeli. " Bahkan, banyak yang mengalami sakit parah serta meninggal dunia akibat terlalu memikirkan revitalisasi," jelasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline