Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Kyai Pejuang Pluralisme, Sahabat Gus Dur itu Berpulang

Diperbarui: 29 Mei 2017   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi saat sowan ke Kyai Mahfudz (foto: dok Andi)

Innalillahi wainna ilaihi roji'un , KH. Mahfudz Ridwan, LC, pengasuh Ponpes Edi Mancoro, Bandungan, Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang yang dikenal sebagai sahabat almarhum  Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Minggu (28/5) sore akhirnya berpulang menyusul sang sahabat. Rencananya, Senin (29/5) siang akan dikebumikan di kampung halamannya.

Di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) KH Mahfudz Ridwan yang biasa disapa Kyai Mahfudz, dikenal sebagai sahabat akrab Presiden RI  ke 4. Kekaripan mereka terjalin sejak tahun 1965, di mana, selama empat tahun, keduanya menuntut ilmu di Baghdad, Irak. Gus Dur yang merupakan cucu KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) rupanya tak mampu mengelola keuangan, sehingga Kyai Mahfudzlah yang memegang kendali segala keperluannya.

Sepulangnya ke tanah air, persahabatan Kyai Mahfudz dengan Gus Dur terus berlanjut. Hingga Gus Dur berpolitik menggunakan bendera Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), ia tetap menjadi pendukung setianya. Kendati terlibat politik praktis, namun, dirinya lebih memilih berkutat di Ponpes Edi Mancoro yang berada di wilayah Kabupaten Semarang.

Ponpes Edi Mancoro sendiri, berdasarkan catatan, berdiri secara resmi tanggal  25 Desember 1989. Sebelumnya, hanyalah satu tempat pendidikan dan latihan LSM Desaku Maju. Dalam sebuah perbincangan beberapa tahun silam, Kyai Mahfudz menjelaskan, pesantren yang ia dirikan ini hadir sebagai institusi yang responsif, proaktif dan akomodatif.

“Pesantren Edi Mancoro berupaya mempertahankan harmonisasi, integralisasi, pribumisasi dimensi religius kemasyarakatan, kenegaraan, dan kebangsaan,” kata beliau waktu itu.

Edi Mancoro, menurut Kyai Madfudz,  berasal dari kata Edi yang artinya Bagus dan Mancoro yang berarti bersinar. Dengan demikian, bila digabung  menjadi sebuah pesantren yang diharapkan menjadi sebuah sinar yang bagus dan memancar ke seluruh penjuru dunia tanpa sekat apa pun.

Menjadi Ponpes yang moderen, rupanya bukan sekedar slogan belaka, sebab, di Ponpes Edi Mancoro kerap digelar berbagai diskusi antar umat beragama. Artinya, orang- orang yang berbeda keyakinan pun, menginap di sini tidak diharamkan. “ Saya pernah menginap dua hari di sana, suasananya sangat – sangat hangat,” kata Pdt Izak Lattu Ph.D, seorang dosen senior Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Kota Salatiga.

Tokoh Pluralisme

Seperti Gus Dur, almarhum Kyai Mahfudz juga sangat menjunjung tinggi pluralisme beragama. Sehingga, keberadaan Ponpes Edi Mancoro kerap disambangi tokoh- tokoh dari berbagai daerah, bahkan luar negeri. Semuanya ingin menimba ilmu soal keberagaman yang selalu diagungkan Ponpes ini. Bahkan, salah satu putra almarhum, yakni Gus Hanief merupakan Ketua Forum Agamawan Muda Indonesia Lintas Iman (FAMILI) Kota Salatiga.

Tingkat ketokohan Kyai Mahfudz sebenarnya tak hanya berhenti di level Kabupaten Semarang, Kota Salatiga atau Jawa Tengah saja. Di tingkat nasional, ia juga dikenal luas kendati kurang suka menonjolkan diri. Dengan posisinya sebagai kyai pengusung pluralisme, tidak perlu heran bila banyak politisi papan atas merasa memiliki kewajiban sowan terlebih dulu ke Ponpes Edi Mancoro sebelum mengikuti hajatan politik.

Salah satu yang merasa harus sowan menemui Kyai Mahfudz adalah Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi. Menjelang pencalonan dirinya di Pilpres tahun 2014, Jokowi menyempatkan diri bertandang ke Ponpes Edi Mancoro. "Saya sowan silaturahmi ke beliau, sekaligus minta wejangan tausiah masukan termasuk dalam rangka pencapresan ini," ungkap Jokowi saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline