Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Kondisi Rawa Pening yang Makin Menyedihkan

Diperbarui: 22 Maret 2017   01:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hijaunya Rawa Pening sekarang (foto: dok pri)

Danau Rawa Pening yang terletak di empat kecamatan kabupaten Semarang, belakangan kondisinya semakin menyedihkan. Bagaimana tidak, perairan seluas sekitar 2.600 hektar tersebut, permukaannya nyaris tertutup oleh enceng gondok. Akibatnya, ribuan nelayan kelimpungan karena hasil tangkapan ikan mereka menurun drastis.

Senin (20/3) siang, ketika berkeliling Rawa Pening yang meliputi kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa dan Bawen, praktis jernihnya air danau alam tersebut mayoritas tertutup warna hijau tua yang datang dari dedaunan enceng gondok. Mulai di pinggiran hingga agak ke tengah, sejauh mata memandang didominasi tanaman gulma itu. “ Ini sangat- sangat mengganggu mata pencaharian kami,” kata Sugeng (50) warga Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru.

Sampan nelayan pada menganggur (foto: dok pri)

Menurut Sugeng, di tahun 1990 an para nelayan mampu mendapatkan hasil tangkapan ikan berkisar 20- 25 kilogram perhari. Setelah enceng gondok semakin menggila, gerak perahu nelayan jadi terhambat. Akibatnya, ikan yang berhasil dibawa pulang hanya pada kisaran 10 kilogram. “ Tidak perlu heran bila banyak nelayan yang alih profesi menjadi kuli bangunan. Pasalnya, menjala ikan sudah tidak menjanjikan lagi,” ungkapnya.

Sedangkan di tempat terpisah, yakni di Desa Asinan, Kecamatan Bawen yang tengah menggeliat upaya menjadikan wisata desa, problem serupa juga dikeluhkan masyarakat. Begitu mendekati bibir danau Rawa Pening, terlihat bentangan enceng gondok yang susah dihitung luasnya. Sementara di dermaga terdapat tumpukan gulma setinggi sekitar 5 meter, sehingga mirip gunung enceng gondok.

Alat berat tengah bekerja di perairan Rawa Pening (foto: dok pri)

Gunungan enceng gondok tersebut, merupakan hasil kerja keras tiga unit alat berat seperti  Loader , BackhoehinggaDozer  yang dikerahkan untuk mengangkat gulma dari perairan Rawa Pening. Kendati begitu, dump truck yang bertugas mengangkut dan membuangnya, ternyata hanya terlihat 1 unit. Sehingga, proses pembuangan jadi kurang maksimal. “ Pengangkatan enceng gondok hanya dilakukan mulai hari Senin sampai Sabtu. Untuk hari Minggu libur,” kata seorang pedagang yang berada di dekat lokasi.

Begitu pun ketika bergeser ke sungai Tuntang yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Asinan, tanaman enceng gondok terlihat anggun memenuhi berbagai sudut perairan.  Di bagian pintu air, sedikitnya tiga pintu besi raksasa sengaja dibuka untuk menghanyutkan tanaman liar tersebut. Setelah melewati pintu air, ribuan enceng gondok hanya menumpuk dan dibiarkan membusuk. Rupanya, itu adalah cara efektif serta murah dalam memusnahkannya.

Gunungan enceng gondok yang belum terangkut (foto: dok pri)

Bupati Tak Berdaya

Berdasarkan keterangan, keberadaan alat berat di perairan Rawa Pening memang merupakan inisiatif instansi terkait. Fungsinya untuk menekan perkembangan enceng gondok yang populasinya relatif sangat cepat.” Kami hanya bertugas menekan populasinya, kalau untuk menghilangkan rasanya sangat mustahil dengan alat berat yang terbatas ini,” ujar salah satu operator lapangan yang ada di dermaga Asinan.

Apa yang diungkapkan operator alat berat tersebut memang benar adanya, pertumbuhan enceng gondok di perairan Rawa Pening sungguh sangat luar biasa. Diduga, akibat luasnya bentangan gulma tersebut, dalam sehari menghasilkan endapan di dasar danau hingga 500 kilogram. Artinya, saban bulan enceng gondok mampu memproduksi sekitar 15 ton endapan. Bila terus diabaikan, tak menutup kemungkinan 30 tahun mendatang Rawa Pening bakal lenyap berubah menjadi daratan.

Enceng gondok yang dihanyutkan di pintu air (foto: dok pri)

Persoalan enceng gondok di Rawa Pening yang sarat dengan lagenda “Baru Klinthing” memang merupakan hal krusial sejak tahun 2000 an. Siapa pun Bupatinya, dibuat tak berdaya menghadapi gulma tersebut, termasuk Bupati sekarang, yakni Mundjirin yang menjabat untuk ke dua kalinya. “ Kondisi ini bila dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan 50 tahun lagi Rawa Pening berubah menjadi daratan,” ungkapnya saat membuka Festival Baru Klinthing tahun lalu.

Apa yang diungkapkan oleh orang nomor satu di Kabupaten Semarang tersebut, bisa jadi merupakan representasi rasa ketidakberdayaannya dalam menghadapi enceng gondok. Sepertinya, Mundjirin sangat berharap pemerintah pusat ikut turun tangan. Sebab, berdasarkan rekomendasi Konferensi Nasional Danau Indonesia II tahun 2009, Rawa Pening termasuk salah satu dari 15 danau di Indonesia yang perlu mendapatkan prioritas perbaikan ekosistemnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline