Robianto. Laki- laki asal desa Bayalangu Lor RT 12 RW 03, Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat girang bukan kepalang. Mimpi- mimpinya untuk menyebarkan virus literasi dengan Perpustakaan Jalanan (Perpusjal) menggunakan sarana yang memadai, akhirnya terwujut berkat Kompasiana. Seperti apa perjalanannya, berikut catatan perjalannya.
Terealisasinya mimpi Robianto yang biasa disapa Robi ini, tidak terjadi secara instan. Buruh bangunan tersebut selama setahun terakhir memiliki “syhawat” yang tinggi untuk bergerak satu titik ke titik yang lain guna menularkan literasi. Sebelumnya, ia memang meminjam sepeda motor tua milik rekannya sesama aktifis Perpusjal, yakni Emik Street Limawaat. Kebetulan, Emik tengah berkelana menggunakan sepeda ontel keliling Jawa.
Setelah Emik pulang ke Cirebon, sepeda motor dikembalikan. Kendati begitu, Robi tetap meneruskan aktifitasnya dengan berjalan kaki, terkadang nebeng rekannya yang juga aktifis Perpusjal. Beragam buku ia jajakan secara gratis, siapa pun boleh membaca atau meminjamnya. Karena tertarik atas segala aktifitasnya itu, akhirnya sekitar bulan September 2016 lalu, saya menulisnya di Kompasiana.
Hasilnya, respon positif rekan- rekan Kompasianer, baik dalam negeri mau pun manca negara ternyata sangat antusias. Dari Amerika, Hongkong, Jerman, Jakarta dan kota- kota lain ikut menghibahkan berbagai buku bacaan. Hingga memasuki bulan Oktober, koleksi buku milik Robi yang sebelumnya hanya 200 eksemplar, langsung terdongkrak naik mencapai 400 an judul buku.
“ Karena koleksinya sudah bertambah dua kali lipat, akhirnya selain Perpusjal, saya juga mendirikan Rumah Baca (Ruba) di tiga titik yang masuk wilayah desa Bayalangu Lor,” jelasnya, Sabtu (4/3) malam.
Dukungan masyarakat di desanya sendiri, sangat dirasakan oleh Robi . Di mana, selain cukup banyak warga yang bersedia menyediakan tempat bagi rumah baca, sekarang beberapa anak muda juga telah mengikuti jejaknya ikut aktif dalam gerakan menyebarkan literasi. Mereka menekuni dunia ini tanpa ada yang memaksa, melainkan kesadaran sendiri untuk mencerdaskan anak- anak di pinggiran.
Mimpi itu Jadi Kenyataan
Kendati sudah tidak mempunyai sarana pendukung untuk menularkan virus literasi, namun Robi enggan menyerah. Saban hari, dengan berjalan kaki, ia terus mengunjungi anak sekolah mau pun warga yang haus bacaan. Dirinya bertekad akan mematahkan hasil survey UNESCO yang menyebutkan bahwa minat baca di Indonesia terbilang sangat rendah.
“ Faktanya, ketika saya bersama rekan- rekan aktifis lainnya membuka lapak Perpusjal, minat baca anak- anak tak pernah surut. Mereka selalu menunggu kedatangan kami,” ungkapnya.
Robi dalam suatu kesempatan pernah menyampaikan bahwa dirinya memiliki mimpi, mewujutkan Pedati Pustaka yaitu berwujut gerobak yang ditarik sepeda motor guna mendukung mobilitasnya. Celakanya, tidak gampang merealisasikan mimpi- mimpi tersebut. Penghasilannya sebagai buruh proyek (bangunan) terbilang minim, jadi keberadaan satu unit kendaraan rasanya mustahil tanpa mendapatkan pinjaman.
Karena sudah kepalang tanggung, demi mendengar mimpinya tersebut, saya pun segera menggebernya melalui artikel di Kompasiana. Terakhir, saya tulis sepak terjangnya pada tanggal 9 Febuari 2017. Melalui reportase inilah, sosok – sosok yang peduli dengan literasi intervensi. Salah satunya adalah bang Nirwan Arsuka, dedengkot literasi pendiri Pustaka Bergerak Indonesia.
Orang “gila” literasi tersebut, usai menyimak artikel di Kompasiana, langsung menyatakan bakal membantu satu unit kendaraan bermotor. Padahal, posisi bang Nirwan saat itu tengah berada di Yogyakarta. Ternyata, sepekan kemudian,bang Nirwan memberikan dana kepada Robi untuk dibelikan motor bekas layak pakai. “ Pak Nirwan meminta agar saya membeli sepeda motor yang surat- suratnya lengkap,” kata Robi sembari memperlihatkan selembar STNK berikut BPKB.