Rosalina, nenek berusia 60 tahun warga Jalan Muwardi Nomor 32, Kota Salatiga memang kreatif. Untuk mengisi hari- harinya, ia membuka kios untuk menjajakan tong kardus bekas wadah obat dan berinovasi dengan mengubahnya menjadi seperangkat kursi cantik yang biasa dipergunakan di berbagai kafe mau pun teras rumah.
“ Sebenarnya yang memulai adalah anak saya yang bernama Andreas Joseph, setelah anak saya bekerja di Jogja, saya meneruskannya karena sudah ada tukang yang menggarapnya,” ungkap Rosalina yang biasa disapa bu Rosa, Rabu(22/2) siang di rumah sekaligus kiosnya.
Awalnya, Rosa hanya menyediakan beragam tong kardus bekas obat yang dijualnya secara eceran. Hingga empat bulan lalu, terbersit ide untuk membuat kursi yang berbahan baku tong yang sama. Hal tersebut segera didiskusikan dengan putranya yang gemar mengutak atik berbagai barang. Setelah dibuat desain, akhirnya diproduksilah beberapa contoh.
Beberapa contoh kursi sengaja saya pajang di kios, ternyata banyak orang yang tertarik sehingga mereka melakukan pesanan yang menggunakan desain sendiri,” kata Rosa.
Tong kardus sengaja dipilih karena menurut Rosa, kendati berbahan baku kardus, namun mampu menahan beban 100 kilogram. Meski begitu, dirinya enggan mengambil resiko kerusakan sehingga bagian dalamnya perlu ditopang kayu yang tentunya menjamin lebih awet.
Bila tong kardus bekas perbuah biasanya dijual Rosa antara Rp 35.000 hingga Rp 85.000 tergantung ukurannya, setelah dipermak menjadi seperangkat kursi yang terdiri 4 buah dan 1 meja, ia mematok harga Rp 750.000. “ Satu set kursi biasanya diselesaikan dalam waktu tiga hari kerja, tetapi bila jumlah pesanan banyak, kami bisa merampungkan lebih cepat karena tukangnya juga kami tambah,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Andreas Joseph mengakui bahwa ide pembuatan kursi dari tong kardus merupakan kolaborasi antara ibunya dengan dirinya. Karena idenya dirasa cukup rasional dan dianggap tak sulit merealisasikannya, maka rencana tersebut langsung dieksekusi sejak empat bulan lalu. Di mana, usai diproduksi beberapa contoh, ternyata pasar meresponnya secara positif. " Sekarang ini buat kesibukan beliau, saya hanya memantaunya dari jauh," ungkap Joseph.
Pesanan Kafe
Untuk membuat seperangkat kursi, lanjut Rosa, biasanya yang mendesain adalah putranya. Setelah pola gambar disetujui calon konsumen,ia segera menyerahkannya ke tukang langganannya. Demikian pula untuk mejanya, pemesan boleh memilih meja berbahan baku tong kardus atau meja kayu yang dibuat menggunakan kayu jati Belanda.
Dalam menggarap kursi, Rosa menggunakan cara sederhana. Dari berbagai kursi yang tersisa di kiosnya, terlihat badan tong ada yang dibalut dengan oscar , stiker mau pun disemprot cat. Meski desainnya berbeda- beda, namun dirinya tetap mematok harga yang sama, yakni satu set Rp 750.000. Konon, hanya orang- orang yang berjiwa seni saja yang menjadi pelanggannya.
Mayoritas konsumen yang menggunakan produk Rosa adalah kafe- kafe, kendati begitu, tak sedikit warga yang memanfaatkannya untuk kursi teras. “ Belum lama ini saya baru saja mendapat pesanan dari Malang Jawa Timur sebanyak 24 set kursi berikut mejanya, katanya akan digunakan di kafe,” ujarnya.
Untuk pesanan kafe, kata Rosa, pihaknya memasang harga lebih murah. Pasalnya, pesanan biasanya tanpa melalui proses finishing, artinya desain gambarnya akan dibuat sendiri pemesan. Harga satu kursi tong kardus polosan tersebut, dihargai Rp 60.000 sedangkan meja berbahan kayu jati Belanda dihargai Rp 150.000.
Diakuinya, kursi- kursi berbahan baku tong kardus bekas, sebenarnya mampu bertahan bertahun- tahun. Sebab, kardus yang digunakan merupakan kardus keras buatan Taiwan. Sedangkan kelemahannya bila terkena air, alamat umurnya relatif pendek. “Makanya jangan sampai terkena air secara terus menerus, misalkan tersiram air, segera dikeringkan,” pesan Rosa serius.
Rosa memang enggan menjelaskan berapa penghasilannya dari memodifikasi tong kardus bekas menjadi kursi yang cantik, meski begitu, langkahnya layak diapresiasi. Di usia senjanya, ia tetap berupaya mencari kesibukan yang positif untuk merawat otaknya agar tidak terkena virus kepikunan. Dan, satu hal yang penting lagi, dirinya tak pernah melarang orang meniru desain kursi- kursi buatannya.
“ Kalau dirasa buatan kami dianggap mahal, silahkan membuat sendiri dengan tong kardus bekas. Soalnya cara membuatnya bisa melihat kursi yang ada di sini ,” jelasnya sembari memperlihatkan penopang kayu di bagian dalam kursi miliknya.
Begitulah kisah kreatif dari kota Salatiga, Rosa nenek yang mulai sepuh, ternyata tetap saja sarat kreatifitas. Sembari momong cucu- cucunya, ia menghabiskan waktunya menunggu barang dagangannya yang inovatif. Kalau orang yang telah berkepala enam saja masih mau berupaya, kenapa yang lebih muda malah memelihara otaknya yang beku ? Ayo bergerak, kobarkan semangat inovasi agar tak tergerus jaman. (*)