Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Belasan Ribu Santri Bersatu Padu Tertipu Dimas Kanjeng Taat Pribadi

Diperbarui: 3 Oktober 2016   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampang Taat Pribadi usai ditangkap (foto: dok Agus S)

Yang namanya santri, menimba ilmu agama memang merupakan hal yang sangat wajar. Namun, yang terjadi di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, Jawa Timur sungguh berbeda. Belasan ribu santri, bersatu padu tertipu oleh pimpinannya yang sebelumnya dikenal mampu menarik uang secara ghaib.

Sepak terjang Taat Pribadi (40) yang menyandang gelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini sebenarnya menggelikan. Bagaimana tidak, ia sukses mendirikan padepokan dengan jumlah santri mencapai belasan ribu orang yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Hingga akhirnya, Kamis (22/9) lalu, dirinya ditangkap jajaran Polda Jawa Timur karena diduga menjadi otak pembunuhan dua santrinya.

Terkait dengan penangkapan terhadap Taat Pribadi inilah, Minggu (25/9) salah satu warga kota Salatiga menghubungi saya, ia mempertanyakan kenapa kasusnya Taat Pribadi belum muncul di Kompasiana ? Padahal, jumlah korbannya di kota ini lumayan banyak. Secara diplomatis, saya menjawab bahwa untuk menulisnya dibutuhkan sumber yang kapabel. “ Akan saya carikan sumbernya mas, baik di Salatiga mau pun di Probolinggo,” jelasnya.

Rumah pribadi Taat Pribadi (foto: dok Agus S)

Seperti diketahui, Taat Pribadi adalah sosok yang fenomenal. Sejak tahun 2005 lalu, ia dikenal mampu menarik uang secara ghaib sekaligus menggandakannya . Untuk memikat calon santrinya, para pembantu setianya menyebarkan video pria bertubuh subur itu  tengah menunggui para cantriknya menghitung uang berjumlah milyaran rupiah. Tak pelak, aksinya tersebut membuai ribuan orang

Untuk menjadi santri di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, tak perlu harus paham soal mengaji. Yang dibutuhkan, calon santri setor uang tunai minimal Rp 10 juta, selanjutnya diangkat sebagai pengikut. “ Uang Rp 10 juta itu, nantinya dijanjikan berlipat ganda menjadi Rp 150 juta dalam tempo 3- 4 bulan,” kata Roni (bukan nama sebenarnya), warga Salatiga.

Menurut Roni, semakin besar uang yang diserahkan, maka duit yang bakal didapat nantinya juga bertambah berlipat- lipat. Celakanya, para korban yang tengah dirundung kesulitan ekonomi, demi mendengar bualan cantrik Taat Pribadi, langsung kehilangan akal sehatnya. Dengan segala cara, mereka mengupayakan dana puluhan juta dan segera disetorkan. Saat penyetoran, hukumnya harus ikhlas sehingga tak diperlukan tanda terima apa pun.

Pimpinan padepokan yang terletak di Kabupaten Probolinggo ini, oleh para cecunguknya memang digambarkan sangat saksi mandraguna. Setiap kali menggelar hajatan apa pun, banyak orang penting yang diundang dan didokumentasikan. Selanjutnya, foto mau pun video aksi Taat Pribadi kerap dipamerkan pada calon santri. Namanya saja tengah dirundung susah, maka, segala bualan tersebut biasanya langsung ditelan mentah- mentah oleh korbannya.

Begini Cara Mengatasi Santri yang Vokal

Sebenarnya tak ada gendam, tidak pula ada hipnotis, semuanya berkat kepiawaian Taat Pribadi mengemas bualan ditambah keuletan para cantriknya dalam merekrut calon santri. “ Cantrik Dimas Kanjeng Taat Pribadi sangat agresif berkomunikasi dengan calon korban. Saya sendiri sehari pernah dihubungi melalui hand phone hingga lima kali,” jelas Roni yang mengaku tak tergiur atas segala rayuan itu.

Presentasi para cantrik yang disertai dukungan dokumentasi, belakangan membuat ribuan orang kelimpungan. Mereka pun bersatu padu menyerahkan hartanya (disebut mahar) pada sang penipu. Kendati awalnya para cantrik mematok minimal Rp 10 juta, namun, duit Rp 6 juta pun tetap diterima. Syaratnya tetap harus ikhlas, bila mempertanyakan kapan uang “investasi” akan cair, maka dianggap belum ikhlas dan ritual penggandaan gugur.

Seperti galibnya aksi tipu- tipu, ketika mahar dianggap gugur, maka santri tidak bisa menariknya kembali. Bila menginginkan uangnya dikembalikan berlipat, konsekuensinya ya harus setor lagi. Celakanya, ribuan santri tetap saja memelihara ketololannya. Secara berjamaan, mereka menyetor ulang dan mengikuti berbagai ritual tak masuk akal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline