Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Begini Meriahnya Karnaval “Kulo Nuwun” Mahasiswa Baru UKSW Salatiga

Diperbarui: 10 September 2016   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Drumblek UKSW beraksi (foto: dok pri)

Ribuan mahasiswa baru Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Kota Salatiga, Sabtu (10/9) kembali menjalani ritual tahunan. Mengakhiri masa Orientasi Mahasiswa Baru (OMB), mereka wajib menggelar karnaval “kulo nuwun” atau berkenalan dengan masyarakat setempat.

Karnaval “kulo nuwun” di UKSW , sudah menjadi tradisi sejak tahun 1960 an. Sasarannya, agar mahasiswa baru mempunyai etika bermasyarakat, mengingat mereka datang dari segala penjuru tanah air. Di mana, meski kadang terdapat satu dua oknum mahasiswa ada yang kerap berulah, tetapi dengan adanya aktifitas uluk salam itu, mahasiswa dimungkinkan bakal mempunyai rasa ewuh pakewuh (perasaan segan) dan mampu beradaptasi secepat mungkin.

Dalam karnaval yang menempuh jarak hampir 4 kilometer ini, peserta melalui route dari kampus yang terletak di jalan Diponegoro, menuju jalan Jendral Sudirman, jalan Bungur, jalan Kartini, jalan RW Monginsidi dan kembali lagi ke jalan Diponegoro. Panasnya matahari di siang bolong, tak pelak membuat para peserta kepayahan sehingga dalam setiap barisan selalu disiapkan satu unit mobil ambulan.

Mayorete Drumblek 1 lagi beraksi (foto: dok pri)

Dengan mengusung jargon Satya Wacana Costume Carnival, mahasiswa baru wajib mendesain sendiri pakaian yang akan dikenakan. Selain itu, seperti karnaval- karnaval sebelumnya, pihak kampus juga menghadirkan Drumblek mahasiswa yang jumlah pemainnya mencapai 500 an orang. Demikian pula group Drumblek non kampus, setidaknya terdapat 5 group ikut ditampilkan. Tercatat Drumblek “Gareng” , Drumblek Cengek, Drumblek Pungkursari, Drumblek PGI  dan Drumblek Kalicacing.

3-2-57d3e857717a61cb44c13d69.jpg

Namanya saja mahasiswa baru, tentunya lagi seneng- senengnya menyandang status sebagai mahasiswa-mahasiswi, dalam karnaval yang menempuh jarak cukup melelahkan, mereka tetap saja menikmatinya. Kendati keringat bercucuran dan membuat make up mulai luntur, namun di sepenjang perjalanan mereka selalu bergoyang. Tak pelak, kehadirannya kerap mendapatkan aplaus penonton yang setiap menunggu di pinggiran jalan.

Mayorete Dramblek 3 ga kalah (foto: dok pri)

Drumblek Tetap Primadona

Pada barisan pertama, rombongan Drumblek UKSW yang baru saja dibentuk beraksi dengan kostum serba hitam. Sementara sang mayorete yang jumlahnya mencapai 10 orang, terlihat meliuk-liuk memimpin 500 penabuh drum plastik, seng, mau pun bambu. Instrument lagu yang dimainkan beragam, mulai irama pop, barat, Jawa dan tak ketinggalan dangdut.

Karena memang Drumblek sudah menjadi ikon Kota Salatiga, maka, saban tahun UKSW selalu merekrut mahasiswa baru untuk memperkuat group Drumbleknya. Jangan dibayangkan penampilan mereka ecek- ecek, sebab, meski yang ditabuh adalah barang bekas, namun, karena iramanya bersamaan, maka jadilah tontonan yang apik. Fals sedikit tak masalah, yang penting menghibur.

Atraksi Drumblek Gareng (foto: dok pri)

Begitu pun dengan penampilan Costume Carnival, gadis-gadis cantik yang berdandan bak peragawati, dipaksa menjadikan aspal sebagai catwalk. Saking panjangnya catwalk yang harus dilalui, mereka pun banyak yang meringis akibat kakinya lecet. Maklum, kebanyakan anak mami yang jarang jalan kaki, sekarang terpaksa berjalan sejauh 4 kilometer.

Peserta dengan kostum karya sendiri (foto: dok pri)

Dari beberapa barisan peserta karnaval, sepertinya tampilan Drumblek, baik milik UKSW mau pun non kampus tetap menjadi primadona. Apa pun instrument yang dimainkan, banyak penonton yang ikut bergoyang. Seakan, ada kebanggan pada diri penonton, inilah kesenian asli di kotanya. “Ga ada bosannya melihat Drumblek, soalnya setiap ada kabar Drumblek akan main. Anak-anak selalu rebut ngajak nonton,” kata ibu Ida (35) warga Perumahan Arga Mas yang mengajak dua anaknya melihat karnaval.

Hingga pk 16.00, karnaval “kulo nuwun” ala mahasiswa UKSW berakhir, untuk menempuh perjalanan 4 kilometer, mereka membutuhkan waktu 3 jam. Bagaimana pun juga, beleid pihak kampus layak diapresiasi. Di mana, selain tidak ada kekerasan fisik pada OMB, mereka juga menyuguhkan hiburan gratis kepada masyarakat. Sampai bertemu di tahun berikutnya. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline