Namanya keren, Taman Sari Shopping Centre (TMSC) berlokasi di kawasan jalan Jendral Sudirman, Kota Salatiga. Memang benar, tempat ini merupakan pusat perbelanjaan, yang membedakan, hampir 99 persen dagangan yang dijual adalah barang bekas. Seperti apa geliat surga belanja bagi masyarakat kalangan bawah ini ? Berikut catatan lengkapnya.
Kamis (8/9) siang, situasi pasar loak satu- satunya di Kota Salatiga terlihat ramai oleh konsumen. TMSC yang menempati lahan eks gedung bioskop Salatiga Theater tersebut, dihuni oleh sekitar 300 an pedagang yang menjajakan beragam barang mulai peniti, elektronik,buku hingga sepeda motor bekas. Dalam sehari, uang yang berputar mungkin mencapai milyaran rupiah, pasalnya banyak orang memburu besi rangka untuk bangunan di tempat ini.
TMSC sudah dikenal oleh masyarakat Salatiga mau pun Kabupaten Semarang sejak puluhan tahun yang lalu. Bagi warga yang mempunyai anggaran cekak, namun menginginkan peralatan elektronik, maka solusinya yang datang ke tempat ini. Sebab, bila nasip baik, barang yang diidamkannya bakal mampu dibawa pulang dengan uang yang tak seberapa. “ Saya beli DVD bekas hanya Rp 75.000 ,” kata Badruz, warga Rusunawa, Cabean, Kota Salatiga sembari memperlihatkan pemutar cakram yang di toko harganya paling murah Rp 300.000.
Badruz mengakui, seluruh perangkat elektronik di rumahnya, mulai pesawat televisi, kipas angin, majic com, setrika sampai vacum cleaner dibelinya dari TMSC. Tentunya, beragam barang yang dibeli secara murah itu tidak semuanya langsung bisa berfungsi dengan baik. “ Kadang ada yang bermasalah, tapi hanya butuh service sedikit sudah langsung berfungsi,” jelasnya.
Terkadang, kata Badruz, hanya beberapa hari mendapatkan barang elektronik bekas, tetangganya kepingin memilikinya. Karena harganya cocok, barang langsung dilepasnya dengan keuntungan yang lumayan. Artinya, selain untuk dipakai sendri, dirinya secara tak langsung juga ikut berdagang barang bekas. Orang- orang seperti Badruz, jumlahnya sangat banyak. Saban hari, mereka nimbrung di sini.
Cikal Bakal TMSC
Agak susah menelusuri mulai kapan pasar loak ini ada di Kota Salatiga, kendati begitu, bukan berarti buntu total. Sebab, mbah Karmin (75) warga Desa Jombor, Tuntang, Kabupaten Semarang yang dulunya merupakan pedagang rongsokan keliling bisa bercerita. “ Awalnya tempat penjualan barang bekas ada di jalan Johar, pedagangnya hanya berjumlah 20 an orang,” tuturnya.
Menurut mbah Karmin, di tahun 1970 an, ia dan warga Desa Jombor lainnya merupakan pencari barang bekas di wilayah Salatiga mau pun kabupaten Semarang. Dengan menggunakan dua buah keranjang besar yang dipikul, mereka berkeliling dari rumah ke rumah untuk membeli beragam barang rongsokan. Selanjutnya, barang yang diporoleh disetorkan pada pedagang di jalan Johar atau sengaja dijajakan sendiri di lokasi yang sama.
Sekitar tahun 1985, jumlah pedagang semakin banyak, sementara warga yang berada di jalan Johar mulai memanfaatkan rumahnya menjadi tempat usaha. Terkait hal tersebut, pihak pemerintah kota (Pemkot) Salatiga memindahkannya ke kompleks Shopping Centre yang juga berada di kawasan kota. “ Awalnya kami berdagang dengan membuka lapak lesehan saja,” jelasnya.
Rupanya, kawasan Shopping Centre yang sebelumnya relatif sepi, belakangan mulai menggeliat oleh kehadiran para pedagang barang bekas. Populasi pedagang meningkat drastis, sedangkan pedagang senior juga mengalami peningkatan omzet sehingga mampu membeli kios. Mereka tak lagi berkeliling mencari barang dagangan, karena tugas itu telah diambil tukang rongsok yang lebih muda.
Implikasi keberadaan ratusan pedagang di kompleks Shopping Centre, membuat kawasan tersebut menjadi kumuh. Maklum, yang dijajakan adalah barang bekas. Terkait hal itu, tahun 2000 an, pihak Pemkot Salatiga bekerja sama dengan investor lokal, melakukan pembenahan. Kawasan Taman Sari direvitalisasi total, sedangkan para pedagang loak dipindahkan di areal eks gedung bioskop Salatiga Theater dan sebagian dipindah ke pasar Rejosari hingga sekarang ini.