Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Merah Putih Selalu Membawa Berkah

Diperbarui: 12 Agustus 2016   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu membawa berkah (foto: dok pri)

Bendera merah putih yang mampu berkibar setelah ditebus dengan jutaan nyawa bangsa Indonesia, ternyata hingga sekarang masih tetap membawa berkah. Terlebih lagi bagi para pedagang umbul-umbul, menjelang hari ulang tahun kemerdekaan tanggal 17 Agustus, mereka menikmati masa panennya.

Di Kota Salatiga maupun Kabupaten Semarang, sedikitnya terdapat 100 pedagang bendera merah putih musiman. Mayoritas mereka merupakan pendatang asal Garut, Jawa Barat yang sengaja berdagang di bulan Agustus. Keberadaannya yang tersebar di berbagai titik strategis memudahkan masyarakat untuk membeli pernak-pernik merah putih.

“Di Salatiga, kami berjumlah 40 orang yang semuanya berasal dari Garut dan mengambil barang dagangan dari juragan yang sama,” kata Asep (40) yang membuka lapaknya di Jalan Kartini, Kota Salatiga.

Menurutnya, di akhir bulan Juli, mereka berjumlah 100 orang berangkat dari Garut menuju Kabupaten Semarang dan Salatiga. Oleh juragannya, 60 orang disebar di wilayah kabupaten Semarang sedang sisanya ditempatkan di Salatiga. “Oleh bos, kami ditentukan titik berdagangnya masing-masing sehingga tak terjadi persaingan,” ungkapnya.

Merah putih dagangan Uthep (foto; dok pri)

Menempati tiga rumah kontrakan, selama di Salatiga, mereka tidur berjubel. Kendati begitu, menurutnya hal tersebut tidak masalah karena keberadaan rumah hanya untuk istirahat. Dalam perhitungan bisnis, mengontrak rumah secara bulanan juga relatif lebih murah dibanding menginap di hotel kelas melati. Pasalnya, tarif hotel melati paling murah Rp 50.000,00/malam. Kalau dikalikan 40 orang, bisa- bisa pulang ke Garut tidak membawa duit.

Diakui, bulan Agustus, menjelang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, merupakan masa panen bagi Asep dan rekan-rekannya. Selama berdagang selama satu bulan penuh, rata-rata satu pedagang mampu membawa pulang keuntungan bersih sekitar Rp 6 juta- 8 juta. “Kalau barang dagangan punya sendiri, mungkin keuntungannya bisa dua kali lipat, Pak,” jelasnya.

Multiprofesi

Apa yang disampaikan oleh Asep, dibenarkan oleh rekannya yang bernama Uthep (30). Ia yang membuka lapak di trotoar Jalan Diponegoro, sebelumnya berdiri sendiri tanpa mengandalkan juragan. “Sebenarnya saya akan berdagang ke Jombang, Jawa Timur. Tapi, barang dagangan saya senilai Rp 11 juta diembat oleh pencoleng,” tuturnya sembari tersenyum kecut.

Padahal, ungkap Uthep, dengan nilai dagangan sebesar Rp 11 juta itu, bila laku semua dirinya bakal mampu meraup keuntungan 100 persen. Artinya, duit Rp 11 juta berupa laba akan dikantonginya. Karena telanjur lenyap digasak maling di bus, akhirnya ia bergabung dengan sesama pedagang Garut untuk mengambil barang dagangan pada juragan yang sama.

Konsekuensi mengambil barang dagangan dari juragan, otomatis keuntungannya juga ikut terbagi. Kendati begitu, Uthep mengaku bersyukur bisa meneruskan aktivitas berdagangnya. “Kalau tidak mengambil barang ke juragan, pulang kampung ya jadi mendadak miskin Pak,” ungkapnya.

Merah putih milik Ujang (foto: dok pri)

Di tempat terpisah, Ujang (45) yang berdagang pernak-pernik merah putih di Pabelan, Kabupaten Semarang mengakui bahwa bulan Agustus merupakan bulan penuh berkah bagi dirinya maupun rekan-rekannya. Dia yang sehari-hari merupakan petani, sejak akhir bulan Juli selalu meninggalkan kampung halaman untuk berdagang. Praktis, selama berdagang, sama sekali tak menengok keluarganya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline