Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Berbagi Ilmu Singkong Keju

Diperbarui: 8 Agustus 2016   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaku UMKM Wonosobo sedang menerima pelatihan (foto: dok pri)

Duet Hardadi dan Diah Kristanti yang dikenal sebagai pelopor kuliner Singkong Keju D 9 di Kota Salatiga, sepertinya enggan menggenggam kesuksesannya sendiri. Berulangkali, pasangan suami istri ini membagikan ilmunya kepada kelompok masyarakat dari berbagai daerah. Berikut catatannya tentang kiprah mereka berdua.

Selama sepekan terakhir, sedikitnya terdapat dua rombongan pelaku UMKM dari  kabupaten yang berbeda secara bergiliran ngangsu (menimba) ilmu yang dimiliki oleh Hardadi. Mereka mayoritas ingin belajar secara singkat cara mengolah singkong, tanaman rakyat hingga mampu mempunyai daya jual. Ada rasa heran yang teramat sangat, singkong yang harganya hanya berkisar Rp 1.500 / kilogram, setelah mendapat sentuhan tangan, harganya bisa menembus angka hingga Rp 15.000 / kilogram.

Para pelaku UMKM sengaja memilih Singkong Keju D 9 sebagai tempat belajar, pasalnya, menurut ibu Rohyati (45) warga Kabupaten Wonosobo, kuliner ini sudah menjadi ikon Kota Salatiga dan dikenal luas sebagai camilan yang lezat. Perpaduan singkong, parutan keju serta cokelat, rupanya mampu membuatnya naik kelas. “ Di daerah kami banyak tanaman singkong, sayangnya, petani tak mampu berinovasi sehingga mengakibatkan harganya stagnan,” ungkapnya, Minggu (7/8) siang.

Seperti diketahui, Singkong Keju D 9 yang berpusat di Jalan Argowiyoto Nomor 8 A Kota Salatiga, saat ini sudah menjadi merk dagang yang relatif tanpa pesaing. Padahal, ilmu persongkongan yang dirintis pria kelahiran 1971 tersebut, didapat secara otodidak.  Tahun 2009 silam , usai menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Surakarta akibat kena kasus narkotika, ia mencoba peruntungannya menjajakan singkong goreng di Lapangan Panca Sila Kota Salatiga.

Penampakan singkong keju buatan Hardadi (foto: dok pri)

Dengan menggunakan gerobak, dibantu istrinya,  tiap hari mangkal di pinggir lapangan sembari berharap ada orang yang berminat mencicipi singkong presto buatannya. Dalam sehari, paling banter hanya memproduksi bahan baku sebanyak 5 kilo gram. Celakanya, karena memang belum dikenal, kadang, dagangan tersebut kerap bersisa dan terpaksa dibagikan ke tetangga. Pasalnya, singkong produksinya tak mampu bertahan lama.

Hardadi meyakini, untuk sukses di tengah persaingan yang ketat, tak mungkin bisa diperoleh secara instant. Perjalanannya memulai bisnis singkong benar- benar diuji, kendati begitu, ia ikhlas melakoninya. Hitung- hitung hal itu dilakukan sebagai penebusan dosa atas segala polahnya di masa lalu. Berbulan- bulan pekerjaan berjualan singkong presto terus dia lakoni hingga secara perlahan omzetnya mengalami kenaikan.

Remaja bule antusias mendengarkan pelajaran singkong (foto: dok pri)

Membagikan Ilmu

Mulai meningkatnya omzet penjualan, belakangan membuat Hardadi kebingungan. Mau meneruskan berdagang dengan gerobak, di rumah banyak pelanggan berdatangan. Lapak di Pancasila ditinggal begitu, rasanya sayang karena merupakan cikal bakal usahanya. Akhirnya, setelah berulangkali berdiskusi dengan istrinya, keduanya memutuskan konsentrasi di rumah. “ Bapak yang menangani proses pembuatannya, saya membantu memasarkannya,” kata Diah Kristanti.

Ada sedikit cerita yang lumayan memperihatinkan ketika pasangan muda itu mengawali bisnis singkongnya, di mana, agar tak mengecewakan pelanggan, mereka melayani pesan antar. Menggunakan sepeda motor uzur, Diah kerap mengantarkan order dari pelanggannya tanpa mengenal waktu. Pada waktu musim kemarau mungkin tidak masalah, persoalan baru timbul saat penghujan. “ Sudah hujan, malam hari lagi,” jelas Diah.

Mengenang jatuh bangun Singkong Keju D 9 memang sarat keperihatinan, kalau sekarang Hardadi dan Diah mampu memperkerjakan 60 an orang dengan omzet mencapai 4 ton singkong sehari, maka hal tersebut sangat disyukurinya. Untuk itu, mereka tak pelit berbagi ilmu. Sebab, prinsipnya semua orang boleh mengetahui proses pembuatan singkong keju, tetapi Allah juga yang mengatur rejekinya.

Remaja bule praktek mengupas singkong (foto: dok pri)

Saban bulan, sedikitnya dua rombongan berjumlah antara 15 sampai 30 orang datang ke markas besar Singkong Keju D 9, kendati tak semuanya bertujuan menerima pelatihan, namun, mayoritas memang ingin mengetahui secara persis detail pembuatan singkong yang harganya Rp 2.300/ kilogram (sampai Salatiga) bisa memiliki daya jual 10 kali lipat usai mendapat sentuhan tangan Hardadi.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline