[caption caption="Pemakaman salah satu warga (foto: bamset)"][/caption]Selama dua hari, saya harus melayat teman yang berbeda meninggal dunia akibat kecelakaan dan sakit. Salah satunya tinggal di kampung Jetis Timur, Sidorejolor, Sidorejo, Kota Salatiga. Ada sisi menarik di wilayah Rukun Warga (RW) 03 ini, yakni keberadaan Papayon yang bertugas mengurusi jenazah hingga ke pemakaman secara gratis.
Gratis? Ya benar, artinya keluarga yang ditinggal kerabatnya dan tengah berduka tak perlu direcoki masalah finansial. Mulai dari memandikan, penyediaan kain kafan, bedah bumi (menggali lubang kubur), biaya administrasi makam, tenda, kursi bagi pelayat, mobil jenazah hingga rangsum makan siang penggali maupun seksi sibuk lainnya sudah disiapkan oleh Papayon.
Papayon yang memiliki kepanjangan Paguyuban Pangruktining Layon (dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya Paguyuban Perawan orang yang meninggal) dibentuk pengurus RW 03 Jetis Timur sejak tahun 2000-an. Di mana, berangkat dari keperihatinan terhadap keluarga yang tengah berduka selalu direcoki oleh berbagai prosesi pemakaman, akhirnya tokoh-tokoh kampung berunding untuk mencari solusi agar warga yang ditimpa musibah mampu diringankan bebannya.
Melalui dukungan 10 ketua Rukun Tetangga (RT), belakangan disepakati membentuk Papayon yang seluruh pengurusnya merupakan perwakilan masing-masing RT. Karena sifatnya sosial kemasyarakatan, maka dibuat anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) keren kan? Kendati hanya paguyuban, namun tetap dilindungi peraturan yang mengikat supaya tidak disalahgunakan pengurusnya.
[caption caption="Begini bentuk kartu Papayonnya (foto: bamset)"]
[/caption]
Seperti galibnya sebuah organisasi, meski hanya level kampung, otomatis dibutuhkan dana operasional. Sebab, di Republik ini, siapa pun juga, sejak mulai lahir, hidup hingga meninggal tetap membutuhkan biaya. Apalagi hidup di kota, apa pun serba pragmatis. Ibarat kencing pun butuh uang recehan, tanpa duit di kantong jangan berharap bisa kencing di tolilet umum. “Melalui musyawarah seluruh pengurus, maka disepakati pengumpulan dana melalui iuran warga,” kata salah satu pengurus Papayon bernama Gatot Iriantyasto.
Karena terkait dengan orang meninggal, selanjutnya mekanisme pengumpulan dana bagi Papayon juga disesuaikan pada saat warga melayat. Penjelesannya begini, seluruh warga yang berjumlah sekitar 400 KK diberikan kartu Papayon lengkap dengan identitas kepala keluarga terbungkus plastik warna merah muda. Selanjutnya, ketika warga melayat, uang sumbangan dimasukkan ke dalam plastik tersebut. Jadi pelayat tak perlu menggunakan amplop.
“Ketika ada warga yang meninggal, maka kartu Papayon yang berisi identitas almarhum, alamat dan waktu pemakaman dibagikan pada masing-masing KK,” jelas Gatot.
Tanpa Kerabat Tetap Terawat
Dari uang sumbangan yang ditujukan pada keluarga almarhum, pihak Papayon nantinya akan mengambil Rp 4 ribu per kartu. Berapa pun jumlah sumbangan yang ada di dalam kartu, maka yang wajib diambil untuk Papayon tidak boleh lebih dari Rp 4 ribu. Semisal saya menyumbang Rp 50 ribu, maka pihak yang berduka hanya menerima sumbangan sebesar Rp 46 ribu setelah dipotong Rp 4 ribu.
Dana Rp 4 ribu yang terkumpul, biasanya dikalikan 400 KK hingga totalnya mencapai Rp 1,6 juta itulah yang dimanfaatkan untuk mengurusi jenazah dan tetek-bengeknya. Menurut Gatot, meski ada income Rp 1,6 juta setiap ada warga yang meninggal, namun biaya yang timbul seusai pemakaman terkadang melebihi dari plafon yang sudah ditetapkan. “Terkadang faktor jarak ke lokasi pemakaman membuat biayanya membengkak,” jelasnya.