[caption caption="Pasha anak band pertama yang jadi birokrat (foto: dok kompas.com("][/caption]
Artis Zumi Zola dan Sigit Purnomo alias Pasha “Ungu” boleh tersenyum lebar, pasalnya, pencalonan mereka di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang berlangsung Rabu (9/12) kemarin membuahkan hasil yang tak mengecewakan. Paling tidak, berdasarkan hasil hitung cepat, kemenangan sudah di tangan.
Zumi berpasangan dengan Fachrori Umar di Pilkada Provinsi Jambi, sementara ini memperoleh suara 59,48 persen. Sedangkan Pasha yang bertarung di Kota Palu, Sulawesi Tengah meraup 37,76 persen suara mengalahkan rivalnya. Bila tak ada aral melintang, dua artis tersebut bakal menduduki jabatan bergengsi, yakni Gubernur dan Wakil Walikota.
Prestasi politik Zumi yang pemain sinetron memang mengagumkan,ia mampu menggulingkan incumbent dengan telak. Dirinya sebelumnya sukses menjadi Bupati Tanjung Jabung Timur periode 2011-2016, hingga menjelang Pilkada Gubernur Provinsi Jambi, dia nekad maju sebagai calon Gubernur. Didukung PAN Nasdem, Golkar, Hanura dan PKB, putra mantan orang nomor satu di Jambi, Zulkifli Nurdin melenggang ke kursi birokrat.
Sedang Pasha “Ungu” yang sebelumnya awam politik, nantinya bakal menduduki kursi orang nomor dua di Kota Palu. Ia sempat “dihantam” black campaign , namun faktanya hal tersebut tak mampu menjegalnya. Dengan keberhasilannya itu, Pasha merupakan “anak band” pertama yang menjadi birokrat. Apakah dirinya juga berhasil mengangkat Palu sebagai kota yang lebih baik ? Kita tunggu saja perkembangannya.
Keberadaan artis di Pilkada memang menarik, fenomena tersebut muncul sejak orde baru tumbang. Bila di masa pemerintahan Soeharto para artis hanya dijadikan pemanis panggung, begitu era reformasi bergulir, beberapa pekerja seni langsung terjun ke politik praktis. Selain maju sebagai calon legislatif, mereka juga mengadu peruntungannya di level politik lokal, yakni di Pilkada.
Sebagai pesohor, artis memang mampu menjadi magnet bagi partai politik untuk mengusungnya di Pilkada. Sebab, banyak keuntungan yang diperoleh partai saat mencalonkan seorang artis. Selain tak membutuhkan waktu mau pun biaya untuk memperkenalkan figurnya, dalam implementasi di lapangan juga ada seabreg sukarelawan yang mau mendukungnya sekaligus jadi tim sukses secara prodeo.
Tidak Jaminan Menang
Salah seorang artis yang menjadi pelopor terjun ke panggung politik praktis adalah Rano Karno. Tahun 2007, ia menjadi pendamping Ismet Iskandar di Pilkada Tangerang, Banten. Hingga pelaksanaan Pilkada, dirinya berhasil duduk sebagai Wakil Bupati Tangerang periode 2008-2013. Kendati masa jabatannya belum habis, Rano di tahun 2011 ditunjuk partainya untuk “naik pangkat” di Pilkada Provinsi Banten.
Mendampingi Ratu Atut Chosiyah yang incumbent, tak begitu sulit bagi pasangan ini bertarung di Pilkada Gubernur. Tanggal 30 Oktober 2011, berdasarkan hasil perhitungan suara oleh KPUD Banteng, keduanya dipastikan memenangkan pertarungan politik. Keberuntungan kembali berpihak pada diri Rano , usai Ratu Atut dinon aktifkan karena terlibat skandal suap di Mahkamah Konstitusi (MK), tanggal 13 Mei 2014 dirinya diangkat menjadi Plt Gubernur Banten.
Di luar Rano Karno, terdapat sederet nama- anam artis yang ikut mengadu nasip di Pilkada. Dede Yusuf yang di tahun 2013 terjungkal dikalahkan oleh pasangan Ahmad Heryawan –Deddy Mizwar, pada tahun yang sama, menemani kekalahan Dede, artis Rieke Diah Pitaloka juga mengalami kekalahan di Pilkada Jawa Barat. Kendati berpasangan dengan tokoh pegiat anti korupsi Teten Masduki, tapi perolehan suaranya jeblok.