Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Ilmu Setnov Kalah dengan Bintara Polisi

Diperbarui: 5 Desember 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Setya Novanto (foto: dok kompas.com)"][/caption]Karut marut kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang meminta saham ke PT Freeport terus bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Kendati hasil sidangnya susah ditebak, namun publik sudah terlanjur memberikan vonis bahwa Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) bersalah.

Beberapa figur yang terlibat telah menjalani pemeriksaan di MKD, yakni Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said serta Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin. Banyak hal yang sudah terungkap di “peradilan” parlemen, meski begitu, saya kurang tertarik mengupas temuan MKD. Sebab, teramat banyak yang mengupasnya karena isu yang muncul memang teramat sexy.

Saya lebih tertarik menyigi perekaman yang dilakukan purnawirawan TNI AU bintang dua tersebut, yang mana, seperti pengakuannya di persidangan MKD, ia mengaku merekam karena feeling intelijennya merasa curiga atas kehadiran Setnov bersama seorang pengusaha bernama Mohamad Riza Chalid. Untuk itu, sebelum pembicaraan dimulai, vitur perekam di hand phone miliknya langsung diaktifkan.

Apa yang dilakukan Maroef merupakan hal yang lumrah adanya, sebab, Setnov harusnya didampingi Ketua Komisi VII atau minimal anggotanya. Tetapi, yang terjadi, ia malah ditemani pengusaha minyak yang memang mempunyai akses cukup luas di kalangan petinggi Republik ini. Kendati perekaman atau penyadapan pengertiannya masih abu- abu, namun, menurut saya, langkah adik kandung Letjen AD (Pur) Sjafri Samsoeddin tersebut tak melanggar hukum.

Hasil rekaman yang durasinya lebih dari satu jam, sebenarnya tak menimbulkan kegaduhan bila duplikatnya tidak diminta oleh Sudirman Said. Di tangan pak Menteri inilah, kong kalikong guna memuluskan perpanjangan kontrak karya PT Freeport terungkap. Tentunya, langkah Sudirman yang nekad membuat pengaduan ke MKD layak diapresiasi kendati membuat penghuni Senayan kalang kabut.

Kalah Ilmu                                    

Dari serentetan pertemuan antara Setnov,  Riza dan Maroef yang berujung pada ontran- ontran di Senayan, saya tertarik dengan lemahnya feeling ketua dewan yang nota bene telah malang melintang di dunia politik sejak jaman orde baru ini. Harusnya, sebagai politisi yang kenyang berbagai intrik, Setnov sebelum memulai pembicaraan pastinya melihat hand phone milik Maroef yang tergeletak di atas meja. Dalam suatu pembahasan sesuatu yang vital, ternyata ia malah mengabaikannya.

Berangkat dari perekaman yang dilakukan Maroef, saya jadi teringat kejadian setahun lalu. Di mana, salah seorang rekan meminta tolong agar ditemani karena ia akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polres Salatiga. Maklum, seumur- umur belum pernah berurusan dengan hukum, dirinya mengalami nervous dan membutuhkan pendamping meski nantinya hanya menunggu di luar ruang pemeriksaan.

Hingga tiba di ruangan Sat Reskrim atau biasa disebut kandang macan, kami ditemui penyidik pembantu berpangkat bintara. Sebelum memulai pemeriksaan, petugas menanyakan apakah rekan saya membawa hand phone ?  Ketika diiyakan, alat komunikasi itu diminta dikeluarkan. “ Saya minta hand phone dimatikan selama pemeriksaan. Untuk itu, sebelum dimatikan saudara akan menghubungi siapa, tolong dilakukan sekarang,” ujar petugas tersebut.

Karena rekan saya tak ada yang perlu dihubungi, akhirnya hand phone diserahkan petugas. Bintara itu tidak menyitanya, ia hanya mematikan dan meletakkannya di atas meja. Hampir tiga jam pemeriksaan berlangsung, semua berjalan lancar. Usai diperiksa, petugas mengucapkan terima kasih atas kerja samanya. Selanjutnya hand phone diserahkan pada pemiliknya.

Apa yang dilakukan bintara polisi itu sebenarnya merupakan langkah kecil untuk mengantisipasi hal- hal yang mungkin saja bisa menimbulkan masalah di belakang hari. Melalui hasil analisa dan evaluasi (Anev), petugas ini sengaja melakukan tindakan preventif agar dirinya tidak terjebak dalam perangkap seseorang yang tengah diperiksanya. Untuk itu, ia gunakan wewenangnya mengamankan alat komunikasi lawan bicaranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline