Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Mungkinkah Golkar Melahirkan Anak ke-7?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427708822547003163

[caption id="attachment_406553" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi Golkar (foto:istimewa)"][/caption]

Kisruh yang melanda tubuh partai Golkar kian memanas, terlebih lagi setelah Menkum HAM Yasonna Laoly menerbitkan SK untuk Agung Laksono. Ibarat tengah bunting tua, partai berlambang pohon beringin ini sepertinya siap melahirkan anaknya yang ke-7.

Paska terbitnya SK yang diteken Menkum HAM Yasonna Laoly, kubu Aburizal Bakrie (Ical) yang didukung mayoritas politisi partai Golkar di Senayan, belakangan timbul berbagai intrik, intimidasi, dan manuver-manuver politik yang diperagakan dua kubu. Dari hal yang berbau gertak sambal, hingga mekanisme jalur hukum semuanya dihalalkan.

Dalam hal ini, saya kurang tertarik mengupas dinamika politik yang terjadi di partai Golkar. Saya malah lebih tertarik untuk memprediksi langkah lanjutan bila islah tak tercapai. Di mana, mengingat dua kubu yang berseteru merupakan politisi-politisi senior yang memiliki cukup logistik, sepertinya siapa pun yang jadi pemenang bakal melahirkan anak Golkar yang baru.

Berdasarkan data yang saya miliki, perpecahan hingga mengakibatkan lahirnya anak baru, dimulai sejak awal Reformasi. Tahun 1998, Mien Sugandhi yang di jaman rezim Soeharto menjabat sebagai menteri negara pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, tiba-tiba merasa tak nyaman lagi tinggal di Golkar yang telah berubah nama dengan embel-embel partai di depannya. Ia membentuk partai MKGR, sayang partai itu ibarat bayi yang terlahir prematur. Usai mengikuti Pemilu 1999, namanya menghilang selamanya.

Usai melahirkan partai MKGR, rupanya di perut partai Golkar masih tertinggal bayi partai yang lain. Dibidani Jendral (Purn.) Edi Sudrajat dan Jendral (Purn.) Tri Sutrisno terlahir PKPI. Bermodal semangat juang serta pengalaman tempur sebagai militer, rupanya PKPI tak berdaya dalam “pertempuran” politik tahun 1999. Kendati sempat mendudukkan beberapa wakilnya di Senayan, tapi di Pemilu berikutnya PKPI terkapar. Bahkan Pemilu terakhir tahun 2014 lalu, hasilnya semakin memperihatinkan.

Melihat PKPI mampu berjalan (meski terseok- seok), rupanya membuat Jendral (Purn.) Hartono terkesima, ia segera membentuk PKPB tahun 2002. Mengusung euforia kehebatan Orde Baru, PKPB berniat mengusung Siti Hardijanti Rukmana alias mbak Tutut sebagai calon presiden. Hasilnya? Nasib PKPB lebih terpuruk dibanding PKPI. Trauma masa lalu atas rezim Soeharto membuat konstituen enggan meliriknya.

Saat para mantan jenderal AD yang mendirikan partai tak mampu memberikan sinar terang di partai yang dibesutnya, ternyata tidak membuat pensiunan jenderal lainnya patah arang. Mantan Panglima ABRI Jendral (Purn) Wiranto bersama mantan KASAD Jendral (Purn) Subagyo HS tahun 2006 membentuk partai Hanura. Wiranto yang sebelumnya juga merupakan kader Golkar, sempat ikut konvensi calon presiden versi Golkar, sayang ia dikalahkan oleh Jusuf Kalla di tahun 2004.

Meski partai Hanura tak begitu menggembirakan dalam ajang Pemilu maupun Pilpres, pesona nikmatnya menjadi “owner” partai belakangan mampu memikat mantan Pangkostrad Letnan Jendral (Purn) Prabowo Subianto. Tahun 2008, Prabowo membidani partai Gerindra. Setelah tahun 2009 perolehan kursinya di Senayan kurang begitu moncer, tapi hal itu mampu ditebusnya di Pemilu tahun 2014 lalu.

Partai ke-6 yang dilahirkan Golkar, yakni partai Nasdem, besutan mantan kader partai berlambang beringin, yaitu Surya Paloh. Pemilik beberapa media ini, tahun 2011 mendirikan partai setelah dikalahkan Ical dalam Munas partai Golkar yang berlangsung di Pekanbaru, Riau. Kendati awalnya dikemas berbentuk Ormas, akhirnya ambisi Surya Paloh untuk menjadikan Ormas Nasdem terpenuhi juga.

Dari ke-6 anak- anak Golkar ini, dalam perjalanan menuju pemilihan presiden yang mengantarkan Joko Widodo sebagai RI 1, ternyata tak akur dengan “induk”nya. Baik PKPI, Hanura maupun Nasdem lebih suka berkolaborasi dengan PDI Perjuangan. Sementara partai Gerindra tetap nyaman berlindung di balik tubuh besar sang “induk”.

Lantas, bagaimana dengan Agung Laksono dan Ical? Siapakah yang bakal tersingkir dari pohon beringin yang tak lagi teduh ini? Masih susah menjawabnya, sebab dalam politik, apa pun bisa terjadi. Yang jelas, bila pintu islah telah ditutup rapat, nantinya Golkar bakal melahirkan anaknya yang ke-7. Lepas dari siapa yang akan membidaninya, kita lihat saja perkembangannya. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline