Lihat ke Halaman Asli

Bambang Setyawan

TERVERIFIKASI

Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bangunan Apartemen Rakyat Kecil di Salatiga Mangkrak

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423549776762449752

Bangunan Pondok Boro Yang Mangkrak (Foto : Bambang)

Bangunan Pondok Boro atau tempat penginapan murah para pedagang perantauan yang dibangun di Jalan Hasanudin Kota Salatiga, sudah hampir 10 tahun mangkrak tak karuan juntrungnya.

Pondok Boro yang identik dengan apartemen rakyat papan bawah ini, dibangun sekitar tahun 2005. Menempati lahan milik pemerintah Kota Salatiga, harusnya difungsikan menjadi tempat penginapan murah bagi siapa pun yang membutuhkan. Sayang, akibat kurangnya koordinasi antar instansi, sehingga bangunan yang cukup representatif tersebut sejak mulai berdiri tidak pernah difungsikan.

Di tahun 1970-an, Pondok Boro merupakan lokasi penginapan favorit bagi pedagang dari luar kota. Dengan tarif menginap hanya Rp 10,00, para pedagang perantauan sudah bisa melepas penatnya. Tentunya jangan berharap fasilitas yang tersedia cukup memadai. Sebab, yang namanya kamar tidur sangat diharamkan di tempat ini.

Pedagang tidur beramai-ramai di atas bale kayu besar, begitu pun saat akan membersihkan tubuh, mereka harus mandi berjamaah atau menunggu kamar mandi kosong. Jaman dulu, Pondok Boro terletak di kampung Pancuran yang berada di belakang pasar Berdikari.

1423549989229887671

Teras Pondok Boro, Gentingnya Banyak Yang Berlobang (Foto: Bambang)

Hingga tahun 2007 lalu, Dinas Pasar dan PKL Kota Salatiga mengambil alih pengelolaan Pondok Boro. Dengan dana APBD yang cukup lumayan, bangunan yang terdiri atas puluhan kamar dipugar menjadi kios-kios berukuran 3 x 2,5 m. “Kebetulan di tahun yang sama tengah terjadi booming tanaman hias, ada keinginan pihak Dinas Pasar untuk menjadikan lokasi itu menjadi pusat penjualan tanaman hias,” kata Emi (45) warga yang tinggal tak jauh dari lokasi.

Kurangnya sosialisasi, ditambah birokrasi yang sering melingkar-lingkar, belakangan membuat para calon pedagang mengurungkan niatnya berdagang di tempat itu. Padahal puluhan kios permanen berikut sarana pendukungnya sudah tersedia. Tak pelak, uang Negara lagi-lagi dibuang percuma.

1423550225651928978

Bagian Belakang Pondok Boro (Foto: Bambang)

Pondok Boro ini, menurut Emi sangat memperihatinkan. Sebab, angka pengangguran di Kota Salatiga sendiri relatif tingggi. Sehingga, banyak warga yang memilih menjadi pedagang kaki lima untuk menghidupi keluarganya. “Resiko menjadi pedagang kaki lima ya tiap hari harus berurusan dengan Sat Pol PP,” tukas Emi.

Harusnya, lanjut Emi, pemerintah Kota Salatiga di bawah kendali Yulianto SE MM lebih kreatif dalam membuka lapangan kerja. Sebab, bangunan-bangunan kios yang mangkrak tak hanya terjadi di Pondok Boro saja. “Lihat saja di Selasar Kartini, berapa puluh kios yang sampai sekarang tak difungsikan,” ungkapnya.

1423550583638712148

Kios-Kios Di Pondok Boro Yang Terbengkalai (Foto: Bambang)

Memang susah menebak arah kebijakan Walikota Salatiga Yulianto SE MM, kendati beberapa tempat bangunan yang dibuat pemerintah tak jelas juntrungnya, namun ia tetap saja memaksakan kehendaknya untuk membangun Pasar Rejosari menjadi bangunan bertingkat tiga. Padahal, sedikitnya dua pasar yang berada di lokasi sangat strategis jelas-jelas mangkrak. (*)










BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline