Lihat ke Halaman Asli

Membunuh dengan Cinta Itu Tak Berdosa

Diperbarui: 7 November 2016   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keris simbol kebudayaan, simbol kewibawaan, simbol cinta. foto Heri Nugroho

Berbicara dengan orang yang tidak mengerti, bahwa dirinya tidak mengerti, memang susah. Pikirannnya serba ngusruk. Hatinya keras. Meski tidak seperti batu, namun mirip ketela pohung mentah. Di samping baunya langu, jika dimakan  bikin kepala puyeng.

Berbeda dengan ketela yang telah menjadi tape karena proses fermentasi. Manis, bikin perut anget serta nyaman. Lebih enak lagi jika ngomongin sesuatu dengan orang yang mengerti, bahwa dirinya mengerti. Ilmu bisa bertambah.

Semakin kucari, semakin bertambah, tapi semakin banyak yang tidak aku ketahui. Ilmu yang kudapat seperti tidak ada apa-apnya. Makhluk paling bodoh tidak lain ya aku ini.

Suatu ketika ada terbisik sesuatu di telinga hatiku. Ilmu jagat raya ini terlalu banyak untuk ditulis. Kalaupun ditulis dengan tinta selautan, ditambah tinta tujuh lautan, tintanya habis, ilmunya masih luar biasa banyak.

Eyang Dwija Prawiro suwargi, usia 151 tahun, yang baru saja meninggal tiga hari lalu tak jemu memberi pelajaran ringkas begini:

“Ngelmu iku, kelakone kanthi laku. Lekase lawan khas. Tegese khas nyantosani. Setyo budyo, pangekesing dur angkoro”.

Teman-temanku yang mengaku sebagai penganut pendidikan aliran barat mengatakan, mahasiswa itu adalah manusia merdeka. Cara pikir dan pola tindak harus serba ilmiah berlandaskan ilmu obyektif,  bukan bersandar pada rasa.

“Kamu masih berpegang pada petatah petitih lama, termasuk tembang Jawa seperti itu?,” salah satu temanku mengejek seraya ketawa ngakak, setelah membaca bagian dari skripsi yang aku persiapkan.

Dia berpendapat tulisanku itu kampungan. Dia memastikan tidak bakalan diterima oleh dosen pembimbing. Cuek amat, aku tak merasa perlu membalas ejekannya.

Aku pernah diberitahu seorang sepuh, sekarang berada di mana, sudah mati apa  masih sugeng tidak kuketahui. Setiap manusia yang lahir ke dunia memiliki saudara kembar siam, 4 jumlahnya.

“Mereka itu persis kamu. Yang membedakan hanya warna dan tempat. Abang, Ireng, Kuning, Putih itu saudaramu. Mereka menempat di utara, timur, selatan, serta barat,” kata pinisepuh kala itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline