[caption caption="Siswa SD main HP. dok Prama"][/caption]'Langit Makin Mendung' merupakan judul cerita pendek tulisan Ki Panji Kusmin. Cerita itu sempat menggegerkan dunia satra era 70-an. Kalau 'Langit Masih Mendung' lain lagi. Ini adalah bungarampai masalah hukum disusun T Mulya Lubis dkk.
Kompasiana mengangkat topik yang kurang lebih bisa ditajuki: Langit Makin Mendung, bisa pula Langit Masih Mendung.
Radikal bebas, ternyata bukan hanya masuk melalui makanan dan minuman. Toksin berbahaya itu bias merambat melalui HP, sasarannya tidak terbatas anak, tetapi termasuk juga orang dewasa.
Peringatan bakal terjadinya malapetaka, bahwa HP bias mencengkeram gaya hidup orang Indonesia, dari anak-anak sampai kakek-nenek, mulai terasa sejak tahun 2007. Kala itu bersamaan dengan tahun Saka 1940. Tetapi orang cenderung abai dan menganggap peringatan tersebut remeh.
Mengapa tahun Saka, dan mengapa dianggap sepele? Dalam budaya Jawa disebutkan, manakala ketemu Tahun Sirah 0, yaitu Tahun Saka yang angka paling belakang menunjuk angka 0, karakternya adalah Dasa Raja. Watak Tahun Sirah 0 adalah lumpuh ngideri jagat (gak bisa jalan tetapi trengginas melanglang buana).
Peringatan lumpuh ngideri jagat itu apa, banyak orang heran, atau malah gak dong sama sekali. Berbeda dengan para pemangku tradisi Jawa. Pasalnya, mereka memperoleh pencerahan dari kitab Betaljemur Adamakna, yang babon aslinya diambil dari olah pikir dan rasa Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat.
Anak SD kelas 1 dengan HP blackberry bisa mengakses konten dewasa kemudian bersuka dan berhaha-hihi di dunia maya adalah pengertian dari idiom Jawa lumpuh ngideri jagat. Siswa seusia SD tidak perlu ke mana-mana, cukup beradadi kamar bisa menjelajah dunia luar secara bebas.
Kalau Mentri Pemberdayan Perempuan dan Perlidungan Anak (PPPA) Yohana Yembise kemudia resah, itu wajar meski terlambat. Dengan rasa hormat saya harus mengatakan dia telat mikir. Karena sebelum kondisi kebablasan seperti saat ini kita telah diperingatkan bakal terjadi si lumpuh ngideri jagat, tetapi kita ndableg.
Celakanya, dia berencana menerbitkan aturan yang melarang siswa nentengHP ke sekolah mulai dari TK hingga SMA. Yembise lupa, bahwa dursi anak berada di area sekolah itu paling lama hanya 8 jam. Sisanya, yang 16 jam mereka berada di masyarakat.
Tetapi rupanya bukan pejabat kalau tidak cari argumen pembenar. Dia, termasuk para tokoh pendidikan menyarankan agar orang tua harus mendampingi manakala putra putrinya lagi asyik ngenet.
Wauw, ini rekor lupa yang gak ketulungan. Orang tua yang tinggal di udik mana ngerti itu internet. Lalu? Harus dibiarin otak si anak diobo-obok sama telepon genggam? Tentu tidak.