Lihat ke Halaman Asli

Presiden Joko Widodo Air, Megawati Soekarno Putri Bola

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya termasuk satu di antara jutaan warga negara Indonesia yang masgul karena Prabowo Subiyanto gagal terpilih menjadi Presiden RI pada perhelatan pilpres 2014 silam. Saya makin kecewa, bahkan ngedongkol, ketika Joko Widodo dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI diposisikan sebagai petugas partai.

Saya ingat betul, Puan Maharani dalam kapasitasnya sebagai mentri, menyatakan secara terang-terangan di depan publik melalui salah satu TV swasta nasional, “sampai saat ini Pak Joko Widodo masih tetap sebagai petugas Partai.”

Dalam koridor jabatan yang diemban saat ini, siapa pun yang meyatakan bahwa Joko Widodo adalah petugas partai adalah ‘pikun’. Tidak hanya itu, mereka bahkan buta terhadap UUD 1945. Sebagai Kepala Pemerintahan dinyatakan cukup tegas dalam Pasal 4 UUD 1945, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

Implikasi dari pasal 4, mengikat kepada seluruh elemen bangsa baik secara individu maupun kelembagaan untuk menaruh hormat kepada Presiden. Tidak pandang bulu, siapapun yang menjabat.

Partai politik, atau rombongan partai politik (koalisi) tidak bisa berbuat semena-mena menuding, menekan, memaksa Joko Widodo, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, mentang-mentang merasa sebagai pengusung.

Pidato politik Megawati Soekarno Putri pada puncak Konggres ke IV PDIP, memimnjam istilah sementara pengamat merupakan curhat nasional, mencerminkan kekecewaan, karena Joko Widodo tidak bisa memuluskan ambisa Mega.

Satu pertanyaan sederhana: Memang Joko Widodo itu saat ini Presiden kamu doang? Oke, jujur, ketika pilpres saya tidak memilih beliau. Tetapi saat ini, saya harus menaruh hormat, karena beliau memegang pemerintahan berdasarakan Undang-Undang Dasar.

Kalau saya tidak salah baca, UUD 1945 cukup memberikan seabrek wewenang konstitutif, salah satu di antaranya adalah di Pasal 10. “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkagtan Laut dan Angkatan Udara.”

Kalau Joko Widodo tidak mengangkat Komjen BG menjadi Kapolri, itu kewenangan beliau terkait dengan pasal 10 tersebut. Tidak ada sebutir pasal pun di dalam UUD 1945 yang mengisyaratkan, bahwa priseiden dalam menjalankan tugas wajib berkonsultasi dengan partai pengusung.

Justru dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden memiliki hak prerogatif. Saya memetaforakan, tekanan dari partai pengusung, termasuk tekanan dari Megawati Sukarno Putri akan sia-sia.

Jabatan Presiden yang saat ini diduduki Joko Widodo pada hemat saya, ibarat air. Permukaannya senantiasa rata. Artinya Joko Widodo adalah Presidennya bangsa Indonesia, bukan Presidennya PDIP.

Rombongan partai politik di bawah PDIP, menurut saya itu seperti bola. Dia numpang di air. Semakin bernafsu bola itu masuk ke air, semakin terpental dia karena kekuatan dirinya kalah besar dengan energi air. Berat jenis air jauh lebih besar ketimbang berat jenis bola.

Pak Jokowi, sebagai Presiden Anda tidak perlu gentar ditekan. Saya yakin, para penekan itu adalah termasuk golangan orang-orang yang pantas untuk dimaafkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline